Papua No. 1 News Portal | Jubi
Jayapura, Jubi – Oktovianus Tabuni dari Pos Bantuan Hukum Gratia di Nabire menyatakan polisi telah membubarkan secara paksa unjuk rasa massa yang menolak rencana pemekaran Provinsi Papua dan Otonomi Khusus Papua di Pasar Karang Tumaritis, Nabire, Kamis (31/3/2022). Meskipun demikian, sebagian peserta demonstrasi yang sama berhasil menyampaikan pernyataan sikap mereka di Kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atau DPRD Nabire.
Demonstrasi di Nabire itu terjadi setelah imbauan demonstrasi Petisi Rakyat Papua (PRP), sebuah petisi yang menggalang dukungan rakyat Papua untuk menolak Otonomi Khusus Papua Jilid 2, dan menuntut Hak Penentuan Nasib Sendiri bagi rakyat Papua. PRP didukung 116 organisasi gerakan akar rumput, pemuda, mahasiswa, komunitas/paguyuban. Sedikitnya ada 718.179 rakyat Papua yang telah menyatakan dukungannya terhadap Petisi Rakyat Papua.
Sejak pekan lalu, Petisi Rakyat Papua menyerukan demonstrasi serentak untuk menolak Otonomi Khusus Papua, rencana pemekaran Papua, dan menuntut Hak Penentuan Nasib Sendiri. Imbauan PRP itu menyerukan demonstrasi digelar pada 1 April 2022, namun demonstrasi di Nabire justru berlangsung lebih awal pada Kamis.
Baca juga: MRP: Benahi dulu kabupaten, baru bicara pemekaran provinsi di Tanah Papua
Para peserta demonsrasi itu berkumpul di sejumlah lokasi sejak pukul 09.00 WP. Oktovianus Tabuni menuturkan sejak Kamis pagi warga yang akan mengikuti aksi sudah berkumpul di empat lokasi berbeda. Keempat lokasi itu adalah Pasar Karang Tumaritis Nabire, depan kampus Universitas Satya Wiyata Mandala (Uswin) Nabire, depan Hotel Jepara II Wadio, dan perempatan SP1 Nabire.
“Massa aksi yang berkumpul di Wadio, persisnya di depan Hotel Jepara II dan di kampus Uswim membubarkan diri, karena orang yang bergabung di sana sedikit. Mereka kemudian bergabung dengan massa yang berkumpul di Kantor DPRD Nabire, yang terletak di Kali bobo. Sedangkan yang berkumpul di perempatan SP1 banyak, dan sempat berdialog dengan polisi karena mereka minta anggota DPRD Nabire dihadirkan untuk menerima aspirasi Petisi Rakyat Papua,” kata Tabuni.
Demonstrasi juga terjadi di Pasar Karang Tumaritis. Menurut Tabuni, anggota DPRD Nabire, Sambena Inggeruhi dan Cahaya Tambroni, sempat menemui para pengunjuk rasa di Pasar Karang Tumaritis itu.
Baca juga: Ribuan Rakyat Lanny Jaya tolak Otsus dan rencana pemekaran Provinsi Pegunungan Tengah
“Anggota DPRD Nabire, Sambena Inggeruhi dan Cahaya Tambroni hadir di Pasar Karang, untuk menerima aspirasi. Akan tetapi, koordinator aksi [di Pasar Karang Tumaritis] menolak anggota DPRD, karena massa minta untuk berpawai sekaligus membacakan aspirasi langsung di Kantor DPRD Nabire,”kata Tabuni.
Akan tetapi, polisi menolak permintaan itu, dan melarang massa di Pasar Karang Tumaritis berpawai ke Kantor DPRD Nabire. “Saat massa hendak berjalan, terjadi kekacauan setelah polisi berusaha menangkap koordinator aksi dan menendang demonstran. Terjadi keributan dan kekacauan di Pasar Karang Tumarits Nabire,” kata Tabuni.
Tabuni menuturkan polisi kemudian menembakkan sejumlah gas air mata dan tembakan peringatan. Tabuni menyatakan ia menerima informasi bahwa ada tiga hingga lima orang ditangkap polisi, termasuk koordinator aksi di Pasar Karang Tumaritis itu, dan sedang diinterogasi di Markas Kepolisian Resor Nabire.
Kendati demonstran di Pasar Karang Tumaritis dibubarkan oleh polisi, Tabuni menyatakan demonstrasi Petisi Rakyat Papua di Kantor DPRD Nabire berlangsung dengan damai. “Massa aksi yang di Kantor DPRD Nabire sudah membaca pernyataan sikap mereka,” kata Tabuni.
Membatasi hak warga
Tabuni mengkritik polisi yang menghalang-halangi warga Nabire yang ingin bergabung dengan demonstrasi Petisi Rakyat Papua. Ia mengingatkan bahwa kebebasan menyatakan pendapat di muka umum adalah hak setiap warga yang dijamin Undang-undang Dasar 1945.
“Polisi juga mengeluarkan tembakan, itu penanganan yang buruk. Seharusnya polisi massa yang ingin bergabung dengan massa di DPRD Nabire, dengan truk supaya tidak ricuh,” ujar Tabuni.
Secara terpisah, Direktur Lembaga Bantuan Hukum Papua, Emanuel Gobay menyatakan demonstrasi Petisi Rakyat Papua di Karang Tumaritis Nabire menjadi kacau karena polisi berusaha menangkap salah satu koordinator aksi itu. Ia meminta Kepala Kepolisian Resor Nabire untuk menindak polisi yang mendatangi massa dan berusaha menangkap koordinator aksi, karena tindakan itu justru membuat massa marah dan menimbulkan kekacauan.
Baca juga: Petisi Rakyat Papua serukan aksi nasional tolak pemekaran Papua dan Otsus
“[Ada polisi yang] menarik salah satu peserta aksi Dan [ada] oknum polisi yang menendang peserta aksi, serta memukul,” kata Gobay.
Gobay menyatakan tindakan polisi di Nabire itu melanggar Undang-undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum. Tindakan polisi menendang dan memukul demonstran juga memenuhi unsur pidana pengeroyokan sebagai mana diatur Pasal 170 KUHP. (*)
Editor: Aryo Wisanggeni G