Definisi dan indikator operasi penegakan hukum di Papua mestinya dijelaskan

Papua-aparat keamanan
Ilustrasi aparat keamanan - Jubi. Dok

Papua No. 1 News Portal | Jubi

Jayapura, JubiAliansi Demokrasi untuk Papua atau ALDP menyatakan mestinya pemerintah dan aparat keamanan menjelaskan definisi dan indikator operasi penegakan hukum di Papua.

Direktur ALDP, Latifah Anum Siregar. mengatakan pada 2020, jargon aparat di Papua adalah operasi penegakan hukum.

Read More

Akan tetapi publik tidak pernah mendapat penjelasan apa definisi operasi penegakan hukum, indikatornya, dan relevansinya dengan penambahan pasukan keamanan ke Bumi Cenderawasih.

“Apakah itu operasi militer atau benar benar operasi penegakan hukum. Ini tak ada penjelasan tapi kemudian statemen ini yang selalu dipakai,” kata Anum Siregar dalam webinar ALDP, Jumat (9/4/2021).

Webinar daring itu dengan tema “Laporan Situasi HAM di Papua tahun 2020  dan tantangannya di tahun 2021.”

Menurutnya, jika disebut operasi penegakan hukum mengapa berimplikasi pada penembakan dan penyiksaan, yang mengakibatkan adanya korban. Pihak yang diindikasikan sebagai pelaku yang melanggar hukum tewas.

Mestinya, kata Anum, dalam konteks operasi penegakan hukum, pihak yang diduga pelaku ditangkap dan diproses hukum.

“Pemerintah membangun narasi tungggal ketika ada aksi kekerasan. Misalnya penjelasan hanya dari aparat keamanan,” ucapnya.

Anum Siregar mengatakan dampak dari eskalasi konflik bersenjata antara aparat keamanan dan kelompok pejuang kemerdekaan Papua selama 2020, warga di berbagai kabupaten ketakutan dan mengungsi.

Dalam konflik itu, ada warga sipil menjadi korban kekerasan dari kedua pihak. Mereka dianggap mata mata atau informan pihak lawan.

“Konflik tidak hanya di ruang nyata juga di media sosial. Media sosial dijadikan sarana kedua pihak menyampaikan pernyataan mereka,” ujarnya.

Baca juga: Polisi bantah guru korban penembakan adalah mata-mata, TPNPB klaim punya bukti

Kepala Kantor Komnas HAM Perwakilan Papua, Frits Ramandey, mengatakan konteks penegakan hukum di Papua sulit dianalisis.

“Kini kita sulit membaca, mana penegakan hukum, mana operasi militer. Sulit melihat mana yang dominan,” kata Frits Ramandey.

Katanya, banyaknya satuan tugas atau satgas yang hadir di Papua, tidak diimbangi dengan koordinasi yang baik.

Sebab ada sebagain satgas yang di bawah kamando Polda Papua dan Kodam XVII Cenderawasih, sebagian lainnya di bawahi Komando Gabungan Wilayah Pertahanan (Kogabwilhan) III.

“Kehadiran Kobagwilhan III mereduksi banyak kewenangan operasi kewilayaan di polda maupun di kodam, karena secara kepangkatan Komandan Kogabwilhan adalah jenderal bintang tiga. Satu tingkat di atas Kapolda dan Pangdam,” ujarnya. (*)

Editor: Dewi Wulandari

Related posts

Leave a Reply