Papua No. 1 News Portal | Jubi
Jayapura, Jubi – Beberapa waktu lalu kayu swang atau kayu sowang sangat dikenal di Kota Jayapura, terutama para pedagang sate ayam, kambing dan ikan bakar. Pasalnya arang kayu sowang bara apinya sangat baik dan bertahan lama, sehingga lebih ekonomis. Berbeda jika memakai arang tempurung batok kelapa atau mungkin arang dari jenis kayu lainnya misalnya kayu bakau.
“Kita tidak memakai arang kayu sowang, karena dilarang polisi. Kami hanya membeli arang kayu dari Arso Kabupaten Keerom, “ kata Cak Syam, tukang sate Madura yang biasa jualan di pertigaan Kali Acay Kota Raja kepada Jubi, Minggu (7/3/2021).
Cak Syam yang selalu ditemani istrinya bernama Dewi itu mengaku sudah lama berdagang sate, dan sudah tidak lagi memakai arang kayu sowang. Kini ia memakai arang tempurung kelapa. “Arang tempurung tetapi cepat habis dan tidak bisa bertahan lama. Paling lama hanya tiga hari saja,”katanya.
Menurutnya, arang tempurung kelapa lebih mahal dari sekarang arang kayu dari Arso. “Sekarung tempurung bisa mencapai Rp 150 ribu sedangkan sekarung arang kayu dari Arso seharga Rp 100 ribu perkarung,” katanya.
Baca juga: Kayu sowang yang kian menghilang
Dia menambahkan arang kayu dari Arso biasanya bertahan sampai sebulan berbeda dengan sekarung tempurung setengah bulan sudah harus beli lagi. “Memang arang kayu sowang lebih baik tetapi sudah dilarang,” katanya.
Peneliti dan juga aktivis lingkungan di Papua, Lindon Pangkali mengatakan kayu sowing atau disebut juga kayu suwang (Xanthostemon novaguineensis) adalah tumbuhan endemik Papua. Kayu sowang dapat ditemui di Pegunungan Cyclops yang membentang dari Kota Jayapura hingga Kabupaten Jayapura. Kayu sowang dapat dijadikan arang untuk memasak. Arang dari kayu ini dapat digunakan berkali-kali.
Lebih lanjut kata Pangkali Xanthostemon merupakan salah satu marga dalam famili tumbuhan Myrtaceae yang ditemukan dalam bentuk semak dan pohon. saat ini telah diketahui sebanyak 45-50 spesies Xanthostemon yang tersebar di Kaledonia Baru, Australia, Kepulauan Solomon, Papua Nugini, Indonesia.
Xanthostemon novoguineensis Valet (sowang) dapat ditemukan dalam dua tipe perawakan yaitu dalam bentuk tegakan dan semak. Tumbuhan sowang yang berperawakan tegakan adalah individu yang tumbuh dari biji dan merupakan perawakan sesungguhnya.
Tinggi pohon dapat mencapai 40 m dengan diameter dapat mencapai 80 cm. Pepagan dengan bagian dalam berwarna coklat kemerahan, bergetah yang tidak menyolok. Kayu teras keras cokelat tua hingga hitam pekat.
Dr Sri Wilujeng peneliti dari FMIPA Uncen dan alumni Fakultas Kehutanan Uncen Manokwari (sekarang Universitas Negeri Papua Manokwari) menyebutkan kayu sowang (Xanthostemon novoguineense Valet) telah diidentifikasi oleh Whitmore et al. (1997). Tak heran kalau Sri Wilujeng menjelaskan kalau kayu sowang merupakan spesies endemik Papua. Sri Wilujeng mengemukakan bahwa X. Novaguineense merupakan jenis tumbuhan New Guinea bagian barat dengan data ilmiah yang sangat terbatas.
“Pernyataan ini sesuai dengan kondisi sekarang bahwa belum ada laporan ilmiah yang komprehensif mengenai X. novaguineense. Beberapa studi tentang sowang belum memiliki validitas yang dapat diverifikasi secara ilmiah sehingga informasi yang ada tidak dapat digunakan sebagai acuan,” katanya.
Baca juga: Mengenal kayu Swang, pohon endemik Papua yang nyaris punah
Dia menambahkan bahwa daerah habitat tumbuhan sowang di Jayapura adalah pegunungan Cycloop. Pegunungan Cycloop terletak membujur di sebelah utara kota dan kabupaten Jayapura. “Sowang tumbuh tidak merata di Pegunungan Cycloop. Sowang hanya tumbuh di sisi barat, selatan sampai timur Pegunungan Cycloop,” katanya.
Menurut dia kayu sowang memiliki ketahanan terhadap api atau kebakaran tetapi memiliki daya regenerasi yang sangat rendah. Di alam, kata dia jumlah tegakan dan habitat sowang saat ini telah menyusut karena eksploitasi hasil hutan dan konversi lahan.
Dia mengatakan eksploitasi kayu sowang dilakukan oleh masyarakat tradisional secara besar-besaran. “Kekuatan kayu sowang merupakan alasan masyarakat untuk melakukan eksploitasi kayu ini. Konversi lahan terjadi karena perluasan pemukimam dan pembangunan di kota dan kabupaten Jayapura,” kata Wilujeng.
Sri Wilujeng mengatakan eksploitasi kayu sowang dan konversi habitat sowang tetap berlangsung, usaha meregenerasi belum tampak di masyarakat, regenerasi sowang berlangsung secara alami. “Hal ini merupakan ancaman kepunahan bagi populasi sowing,” kata Wilujeng yang hampir 30 tahun tinggal di Kota Jayapura. (*)
Editor: Aryo Wisanggeni G