Papua No. 1 News Portal | Jubi
Solo, Jubi – Dokter Nur Hastuti tetap tabah saat menjalankan tugas penanganan Covid-19, meski tugas mulia yang ia lakukan tak selalu didukung masyarakat. Meski didasari niat baik, ada saja penolakan dan tudingan yang kurang mengenakkan.
“Pengalaman pahit dicaci itu kerap kami alami, para tim medis dari Puskesmas Purwosari,” kata Nur Hastuti, Kamis (6/8/2020) kemarin.
Baca juga :Pemprov Papua akan sediakan pesawat khusus bagi tim medis Covid-19
Pembatasan wilayah di Papua bisa meringankan tugas tim medis tangani pasien Covid-19
Perempuan GIDI dalam pelayanan kasih masa pandemi Covid-19
Nur adalah Kepala Puskesmas Purwosari, Kota Solo, Provinsi Jawa Tengah. Ia mengaku tim medis sering diusir saat bertugas melacak atau tracing. Bahkan petugas dituding sengaja memanipulasi data agar seorang warga dinyatakan positif demi mendapat insentif.
“Kami dimarahi tidak dipercaya, bahkan kita diusir, dan dibentak. Masyarakat merasa dipositifkan Covid biar kami dapat insentif biar dapat bayaran dari pemerintah,” kata Nur menjelaskan.
Bahkan Nur mengaku Puskesmas yang ia pimpin pernah dilabrak warga yang tak terima didata sebagai orang yang berkontak erat dengan anaknya yang positif Covid-19.
Warga itu menolak membantu tim medis melakukan pelacakan karena tidak merasakan gejala sama sekali. Tetapi anaknya yang sudah terinfeksi virus corona telah dirawat di rumah sakit selama beberapa hari.
“Ya kami edukasi pelan-pelan. Sampaikan bahwa swab tetap penting. Kalau nanti hasilnya negatif kan sudah plong. Bisa ditunjukkan ke orang-orang sebagai bukti kalau dia tidak kena Covid-19,” kata Nur yang menyebut akhirnya orang tersebut bersedia mengikuti uji swab.
Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Solo, Siti Wahyuningsih, mengakui yang dialami Nur Hastuti tidak hanya dirasakan tim dari Puskesmas Purwosari, tetapi juga di tempat lain. Penolakan warga sangat beragam.
“Sekadar dihubungi melalui telepon untuk wawancara saja dipersulit. Menghadapi kendala ini, petugas biasanya langsung mendatangi alamat kontak tersebut,” kata Siti.
Pada praktiknya, petugas beberapa kali tidak dibukakan pintu dari warga yang hendak didata. Padahal petugas memastikan ada orang di dalam rumah.
“Iya. pembantunya mengintip lewat jendela. Tapi petugas kita tak dibukakan pintu,” kata Siti menjelaskan.
Bahkan pernah suatu saat petugas Puskesmas yang hendak melakukan pelacakan dikejar anjing penjaga. Si empunya rumah justru tidak mau menemui. “Teman-teman sebenarnya bisa mentolerir. Mereka sudah terasah,” katanya.
Ia mengatakan para tim medis kesehatan kerap kecewa dan sedih ketika ditolak warga. Apalagi jika ada cacian atau tuduhan yang terlontar. Tak sedikit tim medis yang menangis. (*)
CNN Indonesia
Editor : Edi Faisol