Perempuan GIDI dalam pelayanan kasih masa pandemi Covid-19

Pembagian APD untuk Mama Papua
Pembagian APD kepada mama pedagang di Pasar Baru Sentani, Kabupaten Jayapura. - Jubi/Dok. Penulis

Papua No. 1 News Portal | Jubi

Oleh: Rode Wanimbo*

Saya merasa cemas, kuatir dan akhirnya ketakutan menghimpit sejak pertengahan Maret lalu. Setiap hari media mainstream maupun media sosial memuat berita tentang pandemi covid-19. Saya menjadi prihatin dengan dampaknya terhadap ibu-ibu yang setiap hari berjualan di pasar. Bagaimana dengan kesehatan mereka?

Read More

Pemerintah tidak memberikan informasi tentang bahaya covid-19 dalam bahasa yang dapat dimengerti oleh masyarakat. Selain itu, lambatnya kehadiran pemerintah dalam menyediakan air bersih dan Alat Pelindung Diri (APD) bagi ibu-ibu pedagang di pasar, menjadi alasan utama kekhawatiran saya.

Lalu bagaimana penghasilan mereka? Dengan adanya pembatasan waktu beraktivitas hingga jam 2 siang, pasti penghasilan ibu-ibu akan berkurang.

Kegelisahan itu membuat saya menelepon Jenni dan Jeremina, tim kerja dalam Departemen Perempuan Gereja Injili Di Indonesia (GIDI). “Apa yang harus kita lakukan?” tanya saya penuh cemas kepada mereka. “Sebaiknya kita bertemu dan memutuskan bersama apa yang harus segera kita kerjakan,” jawab Jenni.

Rupanya Jenni dan Jeremina pun memiliki keprihatinan yang sama. Setelah percakapan itu, kami memutuskan untuk bertemu dan mendiskusikan apa yang harus kami kerjakan sebagai tim.

Baca juga: Polemik otsus Papua seperti kompetisi dalam sepak bola

Dalam refleksi kami, ternyata pandemi covid-19 ini sangat berdampak pada jemaat GIDI dan sangat menantang Departemen Perempuan GIDI. Sebagian besar anggota jemaat GIDI adalah perempuan. Pada umumnya mereka bekerja sebagai petani dan menjadi tulang punggung keluarga.

Tidak hanya bertani, mereka juga menjual hasil kebun di pasar sejak pagi hingga pukul 2 siang. Karena itu, mereka menjadi kelompok yang sangat rentan terpapar virus corona.

Jemaat kami pada umumnya berjualan di Pasar Baru Sentani, Pasar Lama Sentani dan beberapa titik penjualan di sepanjang jalan raya Sentani – Kemiri, Perempatan Buper Waena, sekitar pertigaan Perumnas 3 Waena, dan Pasar Youtefa Abepura, serta pasar Mama-Mama Papua di jantung Kota Jayapura.

Pembagian APD untuk ibu-ibu pedagang di pasar

Langkah pertama yang kami buat adalah memulai dengan apa yang kami miliki, yaitu dana di kas yang cukup untuk membeli 100 paket APD, yang terdiri atas masker, hand sanitizer, sarung tangan dan handuk berukuran kecil.

Semuanya kami bagikan kepada ibu-ibu di Pasar Baru Sentani, 29 April 2020, dibantu beberapa pemuda gereja. Ternyata APD yang kami berikan tersebut tidak cukup. Masih banyak ibu-ibu yang tidak mendapatkan APD, sehingga kami melakukan penggalangan dana publik dan sumbangan APD.

Kami membuat poster berisi informasi kebutuhan APD, lalu menyebarkannya melalui media sosial seperti facebook dan kelompok whatsapp. Ternyata banyak respons yang cukup baik dari berbagai pihak.

Sumbangan dalam bentuk APD kami terima dari anggota jemaat GIDI dan anggota gereja lain. Seorang anggota GIDI dari jemaat Sion Oksibil, Kabupaten Pegunungan Bintang, Romauli Taplo, menjahit puluhan masker dan mengirimkan kepada kami di Jayapura. Jacqlien Bahabol dan Rina Bidana juga menyumbang beberapa paket APD. Timotius Murib, Ketua Majelis Rakyat Papua (MRP) turut menyumbangkan paket APD yang diserahkan langsung oleh stafnya kepada kami di kantor pusat GIDI Sentani.

Baca juga: Antara tolak, lanjut kampanye dan solusi otsus jilid II

Sumbangan juga kami dapatkan dari beberapa anggota gereja lain, seperti Selvi Wilson, yang menjahit puluhan masker khusus untuk anak-anak. Selain itu sumbangan APD kami dapatkan dari Fheryana Wakerkwa, anggota gereja GKII jemaat Bethesda, yang juga seorang anggota DPR Papua.

Sumbangan yang datang tidak hanya APD, tetapi juga berupa dana dan tenaga untuk distribusi. Kami mendapatkan sumbangan dana dari Demira Payokwa dan Hoerlina Pahabol, anggota pemuda gereja GIDI. Para pemuda GIDI lainnya berpartisipasi dengan menyumbangkan waktu dan tenaganya mendistribusikan ADP. Sebanyak 500 paket APD yang masuk dan semuanya dikemas dengan baik. Kemudian disalurkan ke semua blok jualan di Pasar Baru Sentani, 9 Mei 2020.

Dari pembagian APD tahap kedua ini, terdapat kelebihan 100 paket, sehingga 100 paket itu kami sumbangkan kepada Koalisi Perempuan Bergerak Selamatkan Manusia Papua, yang melakukan kegiatan serupa di Kota Jayapura. Ketika membagikan APD, kami juga menjelaskan pentingnya penggunaan APD.

“Mama harus pakai masker saat berjualan, dan sebelum pulang, jangan lupa untuk cuci tangan dengan sabun karena uang yang mama pegang sudah berpindah dari tangan ke tangan,” kata Jeremina.

Para ibu yang mendapatkan bantuan APD di pasar merasa senang dan terberkati. Beberapa dari mereka bahkan mengungkapkan rasa syukurnya kepada kami. “Anak perempuan, terima kasih banyak karena sudah ingat kami, mama-mama di pasar,” kata Gombokwe.

Selain ucapan terima kasih atas bantuan APD, mereka juga mengeluhkan bahwa pembatasan waktu oleh pemerintah sangat berdampak pada pendapatan mereka. “Anak, Mama rasa susah karena sudah hampir satu minggu ini mama hanya dapat Rp 50.000; dari hasil jual singkong dengan ubi. Kalau sebelum ada virus corona ini, Mama biasanya dapat Rp 150.000 sampai Rp 200.000,” kata seorang ibu.

Selain itu seorang penjual sagu dan ikan dari danau Sentani juga menyampaikan hal senada. “Anak perempuan, Mama ini biasanya dapat berkat antara Rp 150.000 sampai Rp 300.000, tapi gara-gara virus corona ini, mama hanya dapat Rp 100.000 kadangkala Rp 80.000,” kisah Ibu Henni.

Pembagian bantuan sembako untuk para janda

Salah satu program prioritas Departemen Perempuan GIDI yang sudah berjalan sejak tahun 2018 adalah bantuan khusus kepada para janda. Program ini merupakan program yang dikhususkan bagi para janda dari tiga denominasi gereja (GIDI, KINGMI dan Baptis).

Mereka pada umumnya adalah pencari nafkah utama dengan cara berjualan di pasar. Dalam masa pandemi ini kami memberikan 40 paket bahan makanan pokok kepada para janda berupa beras, minyak goreng, gula dan kebutuhan lainnya.

Kami berkoordinasi dengan Bapak Gembala Pendeta Mazmur Asso dan ibu, dari gereja KINGMI jemaat Eklesia di Kampung Sereh, Sentani untuk bertemu dengan para janda di aula STT Walterpost.

Kami disambut oleh istri gembala, ibu Agustina Asso, dengan senyum lebar. “Waa Waa Waa, selamat pagi ibu-ibu,” katanya sambil mempersilakan kami memasuki aula. Waa waa adalah ungkapan salam dalam bahasa Lani, salah satu suku di wilayah adat Lapago, yang artinya selamat datang.

Baca juga: Pelajaran berharga dari dialog RI-GAM untuk West Papua

Saat itu hadir juga Pdt. Mazmur Asso, sosok hamba Tuhan yang rendah hati. Kemudian kami dipertemukan dan diperkenalkan dengan kesepuluh janda, lalu kami menyerahkan bantuan kepada mereka.

Pendeta Mazmur Asso menyampaikan rasa syukur akan pelayanan kasih ini. “Pelayanan kasih yang diberikan sangat kami hargai dan merupakan kesaksian yang baik dalam masa sulit saat ini,” kata Pdt. Asso, sebelum menutup kegiatan itu dengan doa.

Pada hari yang sama, kami mengantarkan 10 paket bahan makan pokok kepada para janda yang sudah berkumpul di rumah Gembala Jemaat Baptis Sentani. Beberapa hari selanjutnya, kami distribusikan 20 paket bahan makan pokok lain secara langsung ke rumah-rumah para janda dari anggota jemaat GIDI.

Pembagian bibit tanaman pangan lokal

Beberapa hari setelah pembagian APD, saya ditelepon Lanikwe, seorang pemuda Gereja Baptis. “Kami pemuda gereja sudah membuka lahan baru untuk berkebun. Kami tidak bisa bergantung sepenuhnya kepada pemerintah untuk mendapatkan bantuan beras. Tetapi kami sedang kekurangan bibit tanaman. Bisakah perempuan GIDI membantu kami dengan bibit tanaman ubi?” kata Lanikwe.

Saya mengatakan kepada Lanikwe bahwa kami dapat membantu kebutuhan tersebut. Ternyata, tidak hanya pemuda Baptis yang membutuhkan bibit tanaman. Kelompok pemuda dari asrama-asrama mahasiswa juga sedang membuka kebun baru dan membutuhkan bibit tanaman.

Kami lalu menemui Setty Kogoya, salah satu anggota jemaat kami yang memiliki kebun di Komba. Kami juga menghubungi Mina Tabuni dan Masmina Wenda yang juga memiliki kebun di lokasi yang berbeda.

Kami menyampaikan kepada mereka tentang permintaan dan kebutuhan para pemuda akan bibit tanaman untuk berkebun. Mereka membutuhkan bibit seperti ubi, keladi, jagung, pisang, sayuran, ketimun dan jahe.

Kami tidak menyangka kalau ketiga ibu ini akan menyambut dengan penuh sukacita. “Mama senang sekali, bagikan mama punya hasil kebun kepada orang lain yang tidak punya,” kata Setty Kogoya. “Mama harap, hasil dari bibit-bibit ini nanti kalau sudah berhasil, harus bagikan lagi kepada pemuda dan mahasiswa yang tidak punya kebun,” lanjutnya.

Baca juga: Kalau negara demokrasi buka ruang untuk akhiri polemik Otsus 2021

Iman dan nilai hidup ketiga ibu sangat menggugah hati kami. Pemberian bibit disalurkan dalam tiga tahap kepada 12 kelompok pemuda dan asrama mahasiswa, antara lain, asrama mahasiswa Kabupaten Yalimo dan Sekolah Tinggi Teologia (STT) Walterpost, P3W Gereja Kristen Injili (GKI) di Tanah Papua, satu kelompok kerja ibu-ibu di Arso, Kabupaten Keerom dan Kelompok Pemuda Baptis Papua.

Selain asrama, kami juga membagikan bibit kepada beberapa kawan aktivis perempuan. Mereka membuka kebun-kebun kecil di sekitar rumah mereka.

Penggalangan dana, bantuan APD dan sagu ke Wamena

Gereja GIDI juga memiliki sebuah yayasan di Wamena yaitu Yayasan untuk Masyarakat Terpencil (Yasumat). Salah satu kegiatan mereka adalah menyediakan sarana air bersih dan sabun antiseptik untuk cuci tangan.

Namun di Wamena saat itu persediaan sabun antiseptik habis. Kalaupun ada, harganya ternyata sangat mahal. Karena itu, perempuan GIDI terpanggil untuk membantu dengan cara mengirimkan sabun antiseptik. Kami juga mengirimkan sagu dari Jayapura sebagai bentuk pelayanan kasih kepada tim kerja Yasumat. Selain itu, Febe Mabel, salah seorang jemaat GIDI yang melayani sebagai perawat di salah satu puskesmas di Wamena, menyampaikan kepada kami tentang adanya kebutuhan akan APD.

Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, saya menghubungi Yohana Baransano, sahabat saya yang juga pendiri Komunitas Saya Sayang Bumi. Kami memutuskan untuk melakukan kegiatan fundraising. Kali ini kami mencoba dengan cara yang sedikit berbeda. Kami menawarkan diri untuk membersihkan sampah di sepanjang Pantai Holtekam dengan tujuan menggalang dana bagi penyediaan APD untuk tenaga medis di Wamena.

Kami mengharapkan kegiatan tersebut dapat menggugah publik untuk mendukung niat kami. Dari aktivitas ini, kami mendapat dukungan berupa sumbangan dana dari Papua Partner. Sumbangan ini kami gunakan untuk membeli APD berupa hand sanitizer sebanyak 100 botol berukuran 100 ml dan 10 buah pelindung wajah.

Refleksi

Tim Kerja Departemen Perempuan GIDI melangkah dengan apa yang dimiliki untuk menyatakan kasih, karena iman tanpa perbuatan pada hakikatnya mati. Saat masa pandemi kami telah memulai dengan gerakan doa dan puasa. Kami juga merasa bahwa perlu ada tindakan nyata dalam mengungkapkan kasih itu. Kami perlu bergerak bersama dan bersolidaritas dengan berbagai pihak, mulai dari lingkungan gereja kami sendiri, kemudian bergerak keluar, ke gereja lain, dan masyarakat yang lebih luas. Komunikasi yang baik dan sikap saling menghargai merupakan landasan untuk membangun sebuah hubungan kerja sama dan solidaritas.

Apa yang kami alami ini dapat kami gambarkan sebagai pengalaman seorang anak kecil yang hadir dalam keramaian di pinggir danau Galilea ketika Yesus sedang mengajar. Pada saat itu ribuan orang yang hadir telah lapar dan membuat para murid Yesus panik. Namun anak kecil yang tidak diperhitungkan itu ternyata memiliki lima buah roti dan dua ekor ikan yang tidak mungkin dapat memberi makan semua orang. Tetapi Yesus melihat dan mengundang anak itu untuk datang kepadanya.

Anak itu dengan tulus hati memberikan ikan dan roti yang ada padanya, dan pada saat itu, Yesus membuat mujizat dengan menjadikan roti dan ikan itu berlimpah dan cukup untuk memberi makan sekitar 5.000 orang lebih (Yohanes 6:1-14).

Ternyata, ketika kita dengan tulus memberikan apa yang kita punya walaupun sedikit, untuk membantu orang yang sangat membutuhkan, maka Tuhan akan menjadikan itu berlipat ganda dan memenuhi kebutuhan setiap orang. Dengan ketulusan hati dan iman maka tidak ada yang mustahil. (*)

* Penulis adalah Ketua Departemen Perempuan GIDI

Editor: Timoteus Marten

Related posts

Leave a Reply