Cabai rawit dari luar Papua ‘banjiri’ Pasar Hamadi

papua-pedagang-cabai-pasar-hamadi
Seorang pedagang cabai rawit di Pasar Hamadi, Kota Jayapura, Papua - Jubi/Ramah

Papua No. 1 News Portal | Jubi

Jayapura, Jubi – Cabai rawit atau biasa disebut juga lombok kecil sudah hampir sebulan ini stoknya melimpah di pasar tradisional di Kota Jayapura, Papua. Akibat stok berlimpa hingga akhirnya hanya dihargai Rp45 ribu hingga Rp50 ribu per kilogram, dari pengambilannya Rp30 ribu.

Seorang pedagang komoditas pertanian di Pasar Hamadi, Distrik Jayapura Selatan, Kota Jayapura-Papua, Laaha, mengatakan banyaknya komoditas pertanian yang didatangkan sebagian besar dari Makasaar ini tak mampu menyaingi harga cabai rawit lokal dari Kota Jayapura, yang harganya Rp100 ribu per kilogram.

Read More

“Pembeli banyak cari lombok lokal makanya sering kosong barangnya karena terlalu banyak permintaan sehingga harganya mahal. Lombok kiriman murah dan barangnya banyak,” ujar Laaha kepada Jubi, Sabtu (12/9/2020).

Baca juga: Permintaan sayur turun, petani kurangi produksi

Penjualan cabai rawit kiriman yang didatangkan distributor sembako ini diakui pedagang juga sepi. Sebagian besar pengelola rumah makan menilai cabai kiriman dari luar Papua tidak terlalu pedis. Pembeli biasanya mencari lombok lokal.

“Lombok kiriman besar-besar, beda dengan lombok lokal. Katanya pedis makanya orang banyak cari lombok lokal. Kadang harganya sampai Rp120 ribu satu kilo, iya lombok lokal,” ujar Laaha.

Pedagang lainnya, Firman, mengatakan banyaknya cabai rawit kiriman tak mempengaruhi harga jual cabai rawit lokal sehingga persaingan soal harga dan barang masih terkendali. Hanya saja dikhawatirkan mengancam pendapatan petani lokal karena penghasilannya berkurang.

“Lombok kiriman harganya murah. Saya berharap tidak mempengaruhi pendapatan petani. Pedagang juga senang menjual lombok kiriman dari luar Papua karena banyak juga peminatnya seperti hotel, restoran, dan warung makan. Dalam sehari saya bisa laku sampai 100 kilo lombok kiriman,” ujar Firman. (*)

Editor: Dewi Wulandari

Related posts

Leave a Reply