Papua No.1 News Portal | Jubi
Jayapura, Jubi – Bupati Sorong, Papua Barat, Johny Kamuru menyatakan mencabut izin empat perusahaan perkebunan sawit di wilayah pemerintahannya lantaran tak prosedural atau perusahaan melakukan pelanggaran dan tidak mematuhi ketentuan prosedur.
Pernyataan itu dikatakan Kamuru saat menghadiri sidang gugatan yang diajukan perusahaan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jayapura, di Kota Jayapura, Papua dengan agenda pemeriksaan persiapan, Selasa (24/8/2021).
Empat perusahaan yang izinnya dicabut oleh Bupati Sorong, yakni PT Cipta Papua Plantation. Lokasi perusahaan di Distrik Mariat dan Sayosa, dengan lokasi 15.671 hektare (ha).
PT Inti Kebun Lestari di Distrik Salawati, Klamono dan Segun yang luas lahannya 34.400 ha, PT Papua Lestari Abadi
di Distrik Segun dengan seluas lahan 15.631 ha, dan PT Sorong Agro Sawitindo di Segun, Kwalak dan Klamono dengan luas lahan 40.000 ha.
“[Pencabutan izin] ini sesuai prosedur yang ada. Demi rasa keadilan dan kenyataan di lapangan. Sesuai dengan kondisi lingkungan hidup di sana, sesuai dengan hak hak masyarakat adat kita di sana. Dari semua segi ini perusahaannya sudah melanggar dan tidak bisa lagi kita toleransi. Sehingga kita cabut izinnya,” kata Johny Kamuru.
Bupati Sorong resmi mencabut izin usaha perkebunan sawit empat perusahaan itu pada 27 April 2021.
Izin yang dicabut berupa izin lokasi,Im izin lingkungan, izin usaha, dan izin perkebunan.
Kebijakan pencabutan izin tersebut didasarkan rekomendasi hasil kajian dan temuan pemerintah daerah dan tim strategi nasional pencegahan korupsi, terhadap pelanggaran peraturan perundang-undangan, syarat dan ketentuan dalam Izin Usaha Perkebunan (IUP).
Tim strategi nasional ini terdiri dari kementerian dan lembaga. Di antaranya, Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup, serta Komisi Pemberantasan Korupsi.
Perusahaan itu ternyata tidak mematuhi kewajiban dalam IUP. Perusahaan tidak melakukan kewajiban pelaporan perkembangan usaha perkebunan, perubahan kepemilikan saham, dan kepengurusan Izin lokasi kadaluarsa, serta kejanggalan dalam penerbitan IUP.
Temuan hasil kajian tim inilah yang ditindaklanjuti Bupati Sorong dengan mencabut izin empat perusahaan. Akan tetapi, tiga perusahaan mengajukan gugatan ke PTUN Jayapura. Perusahaan itu, yakni PT Inti Kebun Lestari, PT Papua Lestari Abadi, dan PT Sorong Agro Sawitindo.
Dalam gugatannya, pihak perusahaan menggugat Bupati Sorong, Johny Kamuru dan Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Sorong. Gugatan tersebut telah didaftarkan ke PTUN Jayapura.
“Ini demi lingkungan, demi hak masyarakat adat di sana, demi alam di Sorong. Perusahaan ini, sudah ada yang lama beroperasi di sana. Beberapa perusahaan sudah berganti manajemen sebetulnya,” ucapnya.
Ia mengatakan, pemerintah daerah telah memberikan izin terhadap perusahaan di sana. Akan tetapi, tidak ada niat baik perusahaan, mempergunakan izin tidak sesuai peruntukannya.
“Bisa saja izinnya itu digunakan untuk kegiatan lain atau izin dikasi, tapi bisa saja mereka gadai di bank untuk kepentingan investasi misalnya. Kenyataannya, sama sekali merugikan masyarakat,” ujarnya.
Ia menambahkan, ada sejumlah aturan lain yang dijadikan pihaknya sebagai landasan. Di antaranya, Peraturan Daerah Kabupaten Sorong Nomor 10 tahun 2017 tentang Pengakuan dan Perlindungan masyarakat Hukum Adat Moi.
“Dari segi ini, semua kita punya perda. Selain itu, ada beberapa aturan, dan memang tidak bisa sehingga saya pikir dari semua yang ada betul betul memperkuat keputusan bupati untuk mencabut izin,” kata Kamuru.
Sementara itu tim kuasa hukum Pemkab Sorong, Piter Ell mengatakan pihaknya bersama Bupati Sorong, sekda, dan pemerintah daerah menghadiri persidangan. Akan tetapi pihak penggugat tidak datang.
“Siang ini, tim kuasa hukum Pemkab Sorong hadiri persidangan atas gugatan tiga perusahaan sawit di Sorong. Namun penggugat tidak datang,” kata Piter Ell.
Katanya, pihak penggugat mengajukan gugatan secara terpisah. Sehari sebelumnya, pihaknya juga telah mengikuti persidangan dengan pemeriksaan persiapan.
“Gugata itu intinya, SK bupati dianggap merugikan penggugat, sehingga minta PTUN membatalkan SK bupati. Intinya itu. Sifatnya administratif,” ucapnya. (*)
Editor: Edho Sinaga