Budaya “kawin tangkap” di Sumba merugikan perempuan

papua
Ilustrasi perempuan dan anak, pixabay.com

Papua No. 1 News Portal | Jubi

Kupang, Jubi – Ketua DPRD Nusa Tenggara Timur, Emilia Nomleni menilai praktik “kawin tangkap” menimbulkan rasa ketakutan bagi kaum perempuan dan anak-anak di Sumba. Ia memastikan praktik kawin tangkap di Sumba  itu menggangu psikologi kaum perempuan di daerah itu.

Read More

“Selain itu juga sudah pasti menimbulkan rasa takut bagi kaum perempuan dan anak-anak di daerah itu,” kata Emilia Nomleni, Senin, (22/6/2020).

Baca juga : Perempuan dan anak jadi korban rusuh di Papua

Lapas perempuan dan anak akhirnya dibangun di Papua

Menteri PPPA titip jaga perempuan dan anak saat buka FBLB

Tercatat video praktik kawin tangkap menyebar melalui sejumlah media sosial provinsi NTT dalam beberapa waktu terakhir ini.

Praktik kawin tangkap bagi masyarakat di Sumba, khususnya di daerah pedalaman dianggap sebagai budaya yang diwariskan oleh nenek moyang mereka secara turun temurun.

Emilia menilai bagi segelintir orang yang tak merasakan langsung praktik tersebut tentu saja akan merasa biasa-biasa saja, namun bagi perempuan praktik itu sendiri sebagai sesuatu yang sangat menakutkan.

“Tentu saja praktik ini juga akan berdampak pada kehidupannya setelah menikah nanti. Tetapi sebenarnya praktik ini juga sebenarnya tidak boleh,” kata Emilia menegaskan.

Apalagi, menurut dia, di zaman yang sudah maju seperti saat ini, segala sesuatu dilindungi oleh undang-undan, sehingga praktik kawin tangkap seperti ini tidak perlu lagi dilakukan.

“Dulu bagi saya mungkin ada hubungan kait mengait sehingga proses praktik ini bisa dilegalkan, tetapi dengan seiring perkembangan jaman seharusnya tidak boleh lagi dilakukan,” kata Emilia menjelaskan.

Emilia meminta masyarakat harus menjaga perempuan, khususnya anak-anak dengan baik. DPRD NTT akan kembali membahas soal masalah kawin tangkap yang sempat terhenti karena adanya Covid-19. (*)

Editor : Edi Faisol

Related posts

Leave a Reply