Papua No. 1 News Portal | Jubi
Jayapura, Jubi – Ketua Parlemen Nasional West Papua atau PNWP, Buchtar Tabuni ditangkap polisi dari Kepolisian Resor Kota atau Polresta Jayapura pada Kamis (24/3/2022). Kepala Bidang Humas Kepolisian Daerah Papua, Kombes Ahmad Musthofa Kamal menyatakan Buchtar Tabuni ditangkap bersama enam orang lain karena diduga melakukan pengeroyokan terhadap polisi yang sedang berpatroli.
Hal tersebut dinyatakan Kombes Ahmad Musthofa Kamal saat dikonfirmasi Jubi melalui layanan pesan WhatsApp di Kota Jayapura, Kamis sore. Kamal menyatakan kasus pengeroyokan yang diduga melibatkan Buchtar Tabuni itu bermula dari patroli rutin tim patroli gabungan fungsi Polresta Jayapura di wilayah Heram, Perumnas 3 dan Kamp Wolker.
Saat berpatroli, tim itu mendapat informasi tentang pertemuan para tokoh United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) di salah satu rumah warga Kamp Wolker. “Sampai di sana, anggota [polisi] menyampaikan maksud dan tujuannya, dengan berdialog bersama mereka. Namun tiba-tiba salah satu anggota kami dikeroyok oleh mereka,” ujar Kamal.
Baca juga: Pembubaran demonstrasi tolak pemekaran Papua di Jayapura langgar 3 aturan
Kamal menyatakan tim patroli itu langsung mengamankan polisi yang dikeroyok, dan menangkap tujuh orang peserta pertemuan itu, termasuk Buchtar Tabuni. “Mereka ada sekitar 10 orang yang melakukan perlawan terhadap aparat. [Sejumlah] dua anggota kami mengalami luka ringan,” kata Kamal.
Kamal menambahkan, Buchtar Tabuni dan enam orang lainnya hingga kini masih diperiksa penyidik Polresta Jayapura. “Kami mengimbau masyarakat yang ingin melakukan perkumpulan atau aksi yang melibatkan banyak orang, [buat] pemberitahuan kepada pihak Kepolisian, sehingga dapat mencegah hal yang tidak diinginkan,” tutupnya.
Direktur Lembaga Bantuan Hukum Papua, Emanuel Gobay yang telah ditunjuk keluarga sebagai penasehat hukum Buchtar Tabuni dan enam orang lainnya menyatakan hingga Kamis pukul 19.20 WP ia ditolak polisi untuk bertemu kliennya. Padahal Gobay dan sejumlah advokat dari Koalisi Penegak Hukum dan HAM Papua datang ke Markas Polresta Jayapura bersama keluarga Buchtar Tabuni dan enam orang lainnya.
Baca juga: Buchtar Tabuni: Kalau Victor Yeimo ditangkap, banyak pejabat juga harus ditangkap
“Petugas jaga melarang kami masuk, alasannya ada perintah dari Kapolresta Jayapura. Padahal kami datang bersama keluarga, dan keluarga telah menunjuk kami sebagai penasehat hukum tujuh orang yang ditangkap itu, termasuk Buchtar Tabuni dan Bazoka Logo. Itu berarti Kapolresta Jayapura tidak menghormati hak Buchtar Tabuni dan enam orang yang ditangkap untuk mendapatkan bantuan serta pendampingan hukum,” kata Gobay.
Gobay menyatakan dugaan bahwa Buchtar Tabuni dan enam orang lainnya mengeroyok polisi adalah versi sepihak polisi. “Saya tidak bisa mengecek kebenarannya, karena kami dilarang bertemu klien kami. Saya bisa katakan, itu klaim atau versi yang dibuat-buat, buktinya kami tidak diizinkan bertemu klien kami dan mengklarifikasi apakah hal itu benar,” ujar Gobay.
Menurut Gobay, hingga Kamis malam polisi juga tidak memberikan surat tugas san surat penangkapan Buchtar Tabuni dan enam orang lainnya kepada pihak keluarga. “Padahal ini sudah berjam-jam sejak peristiwa penangkapan itu. Bahkan jika benar klien kami tertangkap tangan, setelah orang itu ditangkap, polisi harus segera menyerahkan surat tugas dan surat penangkapan kepada keluarga. Itu aturan KUHAP. Jika tidak dilaksanakan, berarti polisi melanggara hukum acara yang diatur KUHAP,” kata Gobay.
Ia juga menyesalkan cara polisi yang melarang para advokat penasehat hukum Buchtar Tabuni dan enam orang lainnya memasuki Markas Polresta Jayapura. “Kami sudah sejak jam 12.00 WP menunggu di pagar, masa kami harus menunggu di pagar, berpanas-panas. Tolong hargai profesi advokat, karena advokat juga penegak hukum,” kata Gobay. (*)
Editor: Aryo Wisanggeni G