Bubarkan bakar batu, Kapolres Mimika diadukan ke Kompolnas dan Kapolda Papua

Anggota DPR Papua, John NR Gobai (kiri) dan aktivis LEMASA, Patrik Wetipo (kanan) saat bertemu Kapolda Papua beberapa waktu lalu - Jubi/IST
Anggota DPR Papua, John NR Gobai (kiri) dan aktivis LEMASA, Patrik Wetipo (kanan) saat bertemu Kapolda Papua beberapa waktu lalu – Jubi/IST

Papua No. 1 News Portal | Jubi

Jayapura, Jubi – Anggota DPR Papua dari mekanisme pengangkatan perwakilan wilayah adat Meepago, John NR Gobai mendampingi perwakilan Lembaga Masyarakat Adat Suku Amungme (LEMASA), Patrik Wetipo mengadukan Kapolres Mimika, AKBP Agung Marlianto ke Kapolda Papua, Irjen Pol Paulus Waterpauw pada 4 Oktober 2019.

Read More

Menurutnya, selain mengadukan Kapolres Mimika kepada Kapolda Papua, pihaknya juga telah menyurat resmi ke Komisi Kepolisian Nasional atau Kompolnas di Jakarta.

Katanya, pengaduan itu dilakukan pihaknya sesuai aspirasi masyarakat Suku Amungme terkait sikap Kapolres Mimika membubarkan acara adat tradisi bakar batu, yang digelar masyarakat bersama mahasiswa eksodus dari luar Papua di halaman kantor LEMASA di Jalan Belibis, Timika pada 19 September 2019.

“Masyarakat Mimika, khususnya suku Amunge merasa acara adatnya beberapa waktu lalu diganggu dengan kahadiran Kapolres bersama anggotanya,” kata Gobai kepada Jubi, Selasa (8/10/2019).

Ia mengatakan, Kapolres Mimika membubarkan acara adat tersebut mungkin karena dianggap dapat memunculkan gangguan keamanan. Akan tetapi Kapolres tidak mempertimbangkan jika masyarakat adat yang menggelar bakar batu tersebut tentu dapat mengendalikan keamanan selama acara berlangsung.

“Masyarakat keberatan dan menyampaikan aspirasi kepada kami meminta Kapolres Mimika diproses sesuai aturan kepolisian. Saat bertemu Kapolda saya minta Kapolres diganti, tapi Kapolda menyatakan itu ranah Polri,” ujarnya.

Kata Gobai, permintaan pergantian Kapolres Mimika dengan orang yang lebih memahami adat dan budaya masyarakat Papua ia sampaikan kepada Kapolda, didasari pengaduan masyarakat sudah beberapa kali Kapolres setempat membubarkan acara yang digelar masyarakat.

“Akhirnya kami laporkan ke Kompolnas. Kami berharap Kompolnas segera memproses dan menyampaikan aduan kami ke Mabes Polri atau Kapolri,” ucapnya.

Gobai berpendapat, Kapolres mestinya tidak membatasi ruang ekspresi masyarakat. Justru ketika masyarakat tidak diberi ruang berekspresi, inilah yang berpotensi menyebabkan terjadinya gesekan dengan aparat keamanan.

Sementara perwakilan LEMASA, Patrik Wetipo mengatakan pembubaran acara bakar batu beberapa waktu lalu membuat masyarakat Mimika khususnya suku Amungme kecewa terhadap sikap Kapolres.

“Apalagi ketika itu ada sekitar 21 orang yang diamankan ke Polres untuk dimintai keterangan. Tapi akhirnya dibebaskan karena tidak ditemukan bukti yang cukup jika mereka bersalah,” kata Patrik Wetipo.

Menurutnya, masyarakat Mimika menilai tindakan pembubaran itu berlebihan, karena apa yang masyarakat lakukan tersebut merupakan salah satu tradisi di kalangan masyarakat adat Papua dari wilayah pegunungan. (*)

 

Editor: Edho Sinaga

Related posts

Leave a Reply