Papua No. 1 News Portal | Jubi
Jayapura, Jubi – Wakil Ketua Komisi I DPR Papua, yang membidangi politik, hukum, HAM dan hubungan luar negeri, Tan Wie Long menjelaskan tentang perjuangan panjang rakyat Papua dalam menyelesaikan pelanggaran HAM yang terjadi kepada perwakilan Inggris.
Dalam kesempatan itu, Tan Wie Long bertemu dengan Analisis peneliti bagian Asian Tenggara di Kementerian Luar Negeri Britania Raya, Chris Chaplin bersama dua staf Kedutaan Besar Inggris untuk Indonesia di Jakarta, Robert Campbell Davis dan Devi Zega.
Politikus Partai Golkar itu mengatakan, dugaan pelanggaran HAM di Papua sejak tahun 1960-an hingga kini merupakan isu sensitif, dan masalah HAM ini tidak bisa diabaikan, karena menyangkut hak-hak dasar dalam kehidupan manusia.
“Apalagi, semua rakyat tahu, dugaan pelanggaran HAM di Papua, belum diselesaikan hingga kini,” kata Tan akhir pekan kemarin.
Menurutnya, penyelesaian pelanggaran HAM merupakan pekerjaan rumah Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi Papua dan DPR Papua. Pihak di Papua sendiri di antaranya DPR Papua dan Pemprov Papua selama ini terus berupaya mendorong adanya penyelesaian berbagai kasus pelanggaran HAM di Papua.
DPR Papua sendiri tengah menunggu respons Pemerintah Pusat terkait janji mengundang perwakilan Dewan HAM Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk mengunjungi Papua, agar ada kepastian pada kasus pelanggaran HAM di Papua.
“Minimal Pemerintah Pusat membuktikan kalau tidak ada ketakutan terhadap kunjungan warga asing, jurnalis asing atau pekerja kemanusian dari negara lain maupun perwakilan HAM PBB ke Papua, seperti penilaian publik selama ini,” ujarnya.
Kata Tan selain terkait HAM, kunjungan perwakilan Inggris ke Papua juga untuk mengetahui kondisi politik dan keamanan di Papua jelang persiapan Pemilu 2019, dan mendalami terkait isu sosial, ekonomi dan politik di Papua.
“Kami menyampaikan, jika kondisi keamanan di Papua secara umum kondusif, dan perwakilan pihak Inggris itu juga menyatakan merasakan hal yang sama,” ucapnya.
Sementara anggota Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPR Papua, John NR Gobai mengatakan, setelah berhasil mendorong sejumlah Rancangan Peraturan Daerah Khusus dan Provinsi (Raperdasus/Raperdasi) pada tahun lalu, ke depan pihaknya akan mendorong beberapa regulasi lain di antaranya terkait tenaga kerja lokal, tentang pengusaha dan penegakan HAM.
“Dalam Undang-Undang (UU) Otsus juga ada bab tekait penegakan HAM,” kata John Gobai kepada Jubi.
Menurutnya, meski UU terkait Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) telah dicabut pihak Jakarta, namun hal yang berkaitan dengan pengadilan HAM dan Komnas HAM ada dalam UU Otsus.
“Ini memang perlu didiskusikan dengan pihak Jakarta. Perlu dicarikan solusi bersama,” ujarnya.
Penyelesaian kasus dugaan pelanggaran HAM di Papua katanya, memang diperlukan kewenangan lebih untuk pihak di Papua, supaya Komnas HAM dapat bekerja maksimal. Kalau tidak, kewenangan Komnas HAM akan terbatas.
“Regulasi penting karena itu adalah pedoman dan pagar untuk mewujudkan roh Otsus yaitu pemberdayaan, keberpihakan dan perlindungan terhadap masyarakat asli Papua,” ucapnya. (*)
Editor : Edho Sinaga