Banjir bandang Sentani harus menjadi pengingat untuk menjaga alam

Banjir Bandang Sentani, Papua
Kondisi jalan utama di depan Advent Aviation pada 17 Maret 2019. - Jubi/Engel Wally

Papua No. 1 News Portal | Jubi

Sentani, Jubi – Malam tanggal 16 maret 2019 adalah malam yang paling mencekam bagi masyarakat di Kota Sentani, ibu kota Kabupaten Jayapura. Saat itu, Sentani sudah diguyur hujan deras sejak pukul 19.00 WP. Warga awalnya beraktivitas seperti biasanya, terlebih itu merupakan hari Sabtu, saat di mana warga bersiap menikmati akhir pekan.

Malam Minggu itu, banyak warga sedang berteduh di ruko-ruko yang ada di pinggir jalan utama yang menghubungkan Sentani hingga Kemiri. Lama kelamaan, warga mulai was-was, karena hujan tidak berhenti dan air yang sudah penuhi badan jalan sudah layaknya sungai yang besar.

Read More

Lalu banjir bandang itu datang. Banjir bandang itu membawa batang pohon besar, bebatuan dan lumpur dari Gunung Cycloop, menerjang dan meluluhlantakkan berbagai lokasi permukiman warga di Sentani.

Baca juga: Rekonstruksi rumah korban banjir bandang di Segmen II dan III harus selesai akhir Maret

Sejumlah tempat, mulai dari Kemiri hingga Doyo Baru, Distrik Waibhu porak poranda. Ribuan rumah hanyut atau hancur diterjang banjir bandang, ratusan nyawa manusia ikut tetseret bersama air yang membawa batu gunung dan sisa-sisa kayu mati, lumpur yang bersatu dalam aliran sungai hingga bermuara di Danau Sentani.

Kini, sudah tiga tahun bencana itu berlalu. Akan tetapi, masyarakat yang tinggal di pinggiran sungai di Sentani masih dihantui rasa trauma ketika turun hujan, apalagi pada malam hari. “Anak-anak masih trauma dengan banjir bandang, apalagi hujan pada malam hari,” ujar Eduard Monim, di Sentani. Sabtu (19/3/2022).

Dari raut wajahnya, Eduard yang rumahnya berdekatan dengan Kali Kemiri enggan untuk menceriterakan kisah pilu yang digadapi bersama keluarganya pada 16 Maret 2019. Rumah, dan harta bendanya terseret arus tanpa jejak hingga saat ini.

Baca juga: 20 ton kakao basah disiagakan di sentra produksi Kabupaten Jayapura

Nasib mujur, lelaki yang akrab disapa Edu itu selamat bersama istri dan anaknya yang bernama Jesus. Ia masih ingat bagaimana deru banjir bandang itu datang. “Getaran di lantai dan dinding rumah begitu terasa, pikiran saya adalah gempa bumi. Waktu itu saya lagi makan di ruang bagian belakang dekat dapur. Terlihat jelas, teras belakang rumah diseret arus air bah yang begutu besar,” kenangnya.

Sebagian besar warga Kemiri mengungsi ke tempat lebih tinggi, dekat Gunung Merah yang juga lokasi Kantor Bupati Jayapura. Dari ketinggian itu, mereka yang selamat mendengar kabar bahwa sanak keluarga mereka hilang terbawa arus air bah yang besar.

Ada banyak bantuan yang telah disalurkan kepada para korban banjir bandang Sentani itu. Sebagian besar warga kemiri telah mendapat bantuan rumah layak huni dari Yayasan Budha Tzuci, yang membangun 300 unit rumah di Sentani. Berbagai bantuan lain juga dikucurkan pemerintah ataupun donatur lainnya.

Baca juga: Bangun sentra produksi kakao, Pemkab Jayapura hadirkan BPOM

Pemerintah Daerah Kabupaten Jayapura sedang membantu rekonstruksi dan rehabilitasi 2.217 unit rumah yang rusak diterjang banjir bandang, atau terkena luapan air Danau Sentani pasca banjir bandang. Bantuan itu diharapkan mengembalikan semangat masyarakat untuk kembali menatap masa depan mereka.

“Upaya pemerintah daerah dengan sejumlah bantuan, sangat kami apresiasi. Tetapi yang diproyek kan ini yang banyak masalah. [Bantuan itu] tidak [serta merta] membawa damai sejahtera bagi penerima manfaat, ” ujar Nelvis Manobi salah satu warga Kampung Homfolo yang rumahnya hingga saat ini belum dikerjakan dengan baik hingga tuntas.

Alam harus dijaga

Peringatan tiga tahun bencana banjir bandang Kabupaten Jayapura pada 16 maret 2022 lalu dilaksanakan dalam bentuk ibadah syukur secara bersama Pemerintah Daerah dan masyarakat di Kemiri. Bupati Jayapura, Mathius Awoitauw dalam ibadah syukur tersebut mengatakan, peristiwa tiga tahun silam bisa menjadi pelajaran berharga bagi generasi penerus agar dapat menghargai dan menjaga alam, lingkungan sekitar kita.

Dalam sambutannya, Awoitauw mengajak untuk selalu bersyukur, karena atas perkenan Tuhan kita masih bisa berkumpul untuk memperingati tiga tahun bencana banjir bandang dan longsor Sentani. Awoitauw menuturkan, saat peristiwa banjir bandang terjadi, Tuhan terus memulihkan keadaan umatnya melalui berbagai pihak, baik pemerintah, maupun masyarakat umum dan pihak swasta.

Baca juga: BPS Kabupaten Jayapura sedang susun buku DDA

“Banyak sekali orang yang kita tidak kenal dan tidak tahu dari mana [datang memberi bantuan]. [Mereka datang] dari berbagai suku bangsa, agama, semua turut terlibat di dalam mengatasi bencana itu. Itulah satu keajaiban Tuhan, ” ucap Awoitauw.

Ia menjelaskan penanganan bencana banjir bandang oleh pemerintah dibagi dalam tiga segmen. Pertama, pemulihan Cagar Alam Cycloop. Kedua, pemulihan kota sentani. Ketiga, pemulihan kawasan Danau Sentani. Awoitauw menyatakan pemerintah tidak mungkin bisa mengembalikan keadaan seperti semula, namun pemerintah tetap berusaha untuk melakukan hal-hal yang baik untuk kesejahteraan  masyarakat.

Awoitauw mengingatkan bahwa banjir bandang 16 Maret 2019 bukanlah fenomena alam yang terjadi secara alami. Banjir bandang itu terjadi karena ada campur tangan manusia yang berkontribusi terhadap kerusakan alam, khususnya di dalam kawasan Cagar Alam Cycloop.

Ia menyatakan bencana itu harus menjadi pertanda penting, agar semua pihak menjaga mencegah kerusakan lingkungan. “Karena alam ini merupakan ciptaan Tuhan dan bukan warisan nenek moyang tetapi juga merupakan titipan bagi anak cucu kita, yang harus terus dijaga kelestariannya, ” pungkasnya. (*)

Editor: Arya Wisanggeni G

Related posts

Leave a Reply