Nabire, Jubi – Penanganan persoalan anak aibon di Nabire, butuh dukungan dan kerja sama dari berbagai pihak. Baik pemerintah melalui instansi terkait, tokoh masyarakat, tokoh agama serta tak lupa lagi para orang tua. Jika ini dilakukan dengan serius dan bertahap, tentu ke depan tidak ada lagi anak – anak itu di jalanan.
Hal itu dikemukakan Arnold Pakage, pemerhati anak di Nabire dalam diskusi bersama Yayasan Siloam Papua. Kamis (02/05/2019) lalu.
“Dan harus ada tindakan nyata, bukan kata – kata semata sebab ini sudah warning,”
Dikatakan Pakage, peran tokoh masyarakat khususnya kepala – kepala suku dan tokoh masyarakat lainnya sangat dibutuhkan.
Misalkan, jika melihaat anak – anak ini berkeliaran di jalan atau malam hari, maka harus beritahukan kepada orang tuanya.
Menurut Pakage, anak – anak tersebut kebanyakan berusia sekolah. Hanya saja, karena tidak ada perhatian dari orang tua sehingga mereka terus di jalan.
“Di sinilah yang saya bilang bahwa tidak hanya perhatian tapi tindakan nyata dari semua pihak,” ujarnya.
Yosep Sayori, dari Persekutuan Kristen Antar Universitas (Perkantas) yang ikut menangani sebagian anak – anak ini mengatakan bahwa seperti yang sudah dilakukan pihaknya adalah doktrin.
“Mereka harus mendoktrin temannya sendiri. kalau ada yang sudah pulih dari Aibon, kita suruh dia ingatkan temannya yang masih suka isap,” tuturnya.
Selain itu Sayori bilang, peran semua pihak disesuaikan dengan profesi masing – masing. Tidak sama seperti yang dilakukan oleh Yayasan Siloam.
“Masing – masing sesuai bidangnya. Misalnya kampanye melalui media oleh wartawan, para hamba Tuhan melalui pelayanannya, sebab Pak Amok sendiri tidak mungkin memerangi tanpa ada dukungan banyak pihak,” ucapnya.
Ketua Yayasan Siloam Nabire, Amos Yeninar yang menangani anak – anak aibon menuturkan bahwa tujuan diskusi yang dilakukan adalah untuk mencari jalan keluar, bagaimana mengatasi maraknya anak – anak pecandu aibon.
“Kami buat diskusi untuk menyatuhkan pemahaman tentang anak – anak ini. Sebab mereka tidak bisa lepas aibon. Lebih baik lapar dari pada tidak isap aibon, itu yang saya temui,” kata Amos Yeninar.
Yeninar bilang, akan ada lagi diskusi berikut yang diharapkan para pemangku kepentingan seperti Pemkab dan OPD terkait termasuk Toga dan Toda.
Kehadiran mereka agar secara bersama – sama mencari solusi untuk memutuskan mata rantai pengisap aibon di Nabire.
Sebab usia mereka itu adalah usia sekolah sehingga perlu dipikirkan bersama-sama untuk bagaimana agar anak-anak ini bisa ditangani dengan baik.
“Saya sepakat, mari kita sama-sama memikirkan ini. Cari jalan keluar seperti penanganan khusus untuk mengantarkan mereka menjadi generasi di masa depan yang baik,” tandasnya. (*)
Editor: Syam Terrajana