Badan Arkeologi Papua minta Gunung Srobu ditetapkan sebagai cagar budaya

Papua-Gunung Srobu
Gunung Srobu di antara Kampung Kampung Nafri, Kampung Enggros, dan Kampung Tobati di Kota Jayapura, Provinsi Papua - Jubi/Ramah

Papua No. 1 News Portal | Jubi

Jayapura, Jubi – Badan Arkeologi Papua minta Gunung Srobu segera ditetapkan sebagai situs cagar budaya agar tidak punah atau hilang seiring perkembangan zaman.

“Situs Gunung Srobu ini menggambarkan peradaban besar di Tanah Papua yang sudah terjadi sejak masa prasejarah, sekaligus memberitahukan pada dunia tentang identitas Papua sehingga tidak lagi di pandang sebelah mata,” ujar Peneliti Ahli Muda Badan Arkeologi Papua, Erlin Novita Ijejami, di Kantor Wali Kota Jayapura, Rabu (1/9/2021).

Read More

Dikatakan Erlin, banyak situs budaya yang masih harus dilakukan penelitian, salah satunya di Gunung Srobu untuk terus mengumpulkan informasi di masa lampau, sekaligus dilakukan revitalisasi untuk meningkatkan nilai-nilai cagar budaya yang tidak bertentangan dengan pelestariannya.

“Anak cucu bisa mengembalikan dengan mengangkat identitasnya. Ini harus dilakukan (pelestarian dan pemanfaatannya),” ujar Erlin.

Dikatakan Erlin, Situs Gunung Srobu seluas 2 hentar lebih dengan ketinggian antara 2 meter hingga 98 meter di atas permukaan air laut. Di sekitarnya terdapat Kampung Nafri, Kampung Enggros, dan Kampung Tobati.

Erlin yang sejak 2014 fokus melakukan penelitian di Situs Gunung Srobu memaparkan penemuannya bersama tim, di antaranya terdapat area pemukiman dan di kelilingi makam manusia (bagian punggung gunung).

Selain itu, lanjut Erlin, ada juga sisa-sisa kerang, tulang binatang sebagai bahan makanan, maupun artefak atau benda budaya yang dibuat untuk menyimpan, memasak, maupun peralatan sehari-hari.

“Selama 450 tahun atau sejak tahun 1730 mereka tinggal di situ (Gunung Srobu) atau pada abad ke-4 yang saat itu masa peralihan dari pra sejarah ke masa sejarah,” ujar Erlin.

Menurut Erlin, sudah saatnya Gunung Srobu ditetapkan sebagai situs cagar budaya supaya memberikan manfaat terutama sebagai daya tarik wisata dalam pengelolaannya tanpa harus mengorbankan kelestariannya.

“Proses menjadi cagar budaya, yaitu harus teregistrasi di Pemerintah Pusat. Namun, harus memiliki tim ahli yang melakukan proses pendaftaran, pengakajian, rekomendasi, dan penetapan,” ujar Erlin.

Erlin menambahkan setelah ditetapkan sebagai situs cagar budaya, maka harus diberikan perlindungan secara hukum melalui proses penetapan dan perlindungan secara fisik melalui proses penyelamatan, pengamanan, zonasi, pemeliharaan, pemugaran, dan pengelolaan.

Baca juga: Gunung Srobu, situs prasejarah yang harus dilestarikan

Ketua Lembaga Masyarakat Adat Port Numbay (Kota Jayapura, George Awi, mengatakan penetapan Gunung Srobu sebagai situs cagar budaya tergantung dari kebijakan kepala daerah.

“Kalau wali kota tidak punya niat baik menggali potensi ini (situs budaya) tetap terpendam. Kami dari adat sedikit pesimis Pemda Kota (Jayapura) mau bangun itu (pengembangan Gunung Srobu) karena tidak ada perhatian dari instansi terkait,” ujar Awi.

Awi berharap pengembangan situs-situs budaya yang ada di ibukota Provinsi Papua ini, mulai diperhatikan keberadaanya sehingga tetap ada dan lestari.

“Bagaimana kita mau bicara identitas tapi kita sendiri tidak menghargai budaya kita. Rambut dan kulit bisa berubah tapi yang tetap eksis itu adalah identitas dan ini (identitas) tetap ditransfer kepada generasi yang akan datang supaya tetap diakui di atas tanah kita sendiri,” ujar Awi. (*)

Editor: Dewi Wulandari

Related posts

Leave a Reply