Antisipasi penyelundupan satwa, pintu keluar Papua perlu diwaspadai

Fellowship jurnalis lingkungan di Papua
Sekretaris Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup Papua, Yan Pugu (kanan) bersama moderator Dominggus A Mampioper saar workshop jurnalis dan fellowship jurnalis lingkungan di Jayapura, Selasa (5/10/2021). – Jubi/Timoteus Marten

Papua No. 1 News Portal | Jubi

Jayapura, Jubi – Sekretaris Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup Provinsi Papua, Yan Pugu mengatakan pintu-pintu keluar dan masuk Tanah Papua, seperti pelabuhan udara dan laut, perlu diwaspadai untuk mengantisipasi maraknya penyelundupan satwa-satwa Papua keluar Papua.

Hal ini dikatakan Yan Pugu ketika menjawab pertanyaan Jubi dalam sesi tanya jawab workshop jurnalis dan fellowship jurnalis lingkungan bertema “Hutan Papua Kunci Mitigasi Krisis Iklim” yang digelar SIEJ (The Society of Indonesian Environmental Journalist) dan Yayasan Econusa di Jayapura, Selasa (5/10/2021).

Read More

Dia mengakui bahwa kewenangan terkait satwa-satwa dilindungi ada pada Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Papua. Kewenangan kontrolnya juga ada pada pemerintah daerah.

Baca juga: Janji manis investor sawit tak lagi berefek bagi warga Moi di Segun

Namun demikian Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup Papua juga tetap bertanggung jawab menempatkan petugasnya di tiap bandara atau pelabuhan untuk mengantisipasi penyelundupan satwa. “Kita coba menempatkan petugas kita di bandara,” kata Yan Pugu.

Dia mencontohkan di Kabupaten Boven Digoel. Di sana petugas dari dinasnya menempatkan personil untuk mengantisipasi atau mencegah penyelundupan satwa-satwa dari Papua. Mereka bekerja sama dengan petugas bandar udara (bandara) untuk mencegah penyelundupan satwa keluar Papua.

“Pintu-pintu keluar menjadi bagian yang sangat perlu untuk kita waspadai. Karena barang-barang itu (satwa-satwa Papua) tidak mungkin terbang saja keluar Papua,” ujarnya.

Baca juga: BBKSDA Papua minta DPR RI dorong penggunaan mahkota cenderawasih imitasi

Menurut data Jubi.co.id, BBKSDA Papua beberapa tahun terakhir hampir tiap tahun melepasliarkan dan menerima pengembalian satwa endemik dari luar Papua. Pada Kamis (29/7/2021) BBKSDA menerima translokasi 55 satwa endemik Papua dari DKI Jakarta dan DKI Yogyakarta. Sebanyak 25 di antaranya dari Yogyakarta dan 30 lainnya dari Jakarta. Sebelumnya 76 ekor satwa endemik Papua hasil translokasi dari BBKSDA Jawa Timur, BKSDA Jawa Tengah, dan BKSDA Sulawesi dilepasliarkan di Rhepang Muaif, Kabupaten Jayapura Sabtu (24/7/2021).

Selain itu, BKSDA Papua juga menerima 51 satwa jenis aves dan mamalia dari BBKSDA Sulawesi Utara, setelah sebelumnya (1/7/2021) menerima translokasi satwa 41 satwa serupa dari BBKSDA Jawa Timur dan Jawa Tengah, 17 satwa endemik Papua itu pun dilepaskan pada Kamis (8 Juli 2021) di hutan Kuala Kencana, Distrik Kuala Kencana, Kabupaten Mimika.

Baca juga: Gubernur Papua dukung Mery C. Yoweni menjadi calon peraih Kalpataru 2021

Semua satwa dilindungi berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor: P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi.

Salah satu peserta workshop, Anang Budiono mengatakan, bicara tentang hutan Papua memang kompleks, baik alih fungsi hutan, perkebunan sawit, maupun hasil-hasil hutan dan habitat hutan atau satwa-satwa yang hidup di hutan Papua. Di Papua sendiri hutan Papua luas hutan sekitar 30 juta hektare, yang terdiri dari hutan lindung, hutan konversi, hutan produksi tetap, dan hutan lainnya.

Perlindungan hutan, katanya, merupakan kerja sama semua pihak di Tanah Papua, karena perambahan hutan, misalnya, melibatkan korporasi besar dan kelompok-kelompok besar. (*)

Editor: Dominggus A Mampioper

Related posts

Leave a Reply