Papua No.1 News Portal
Jayapura, Jubi – Pengadilan Agama Jayapura Kelas 1A mencatat adanya peningkatan jumlah pengajuan dispensasi nikah. Dispensasi nikah adalah perempuan atau laki-laki yang belum berumur 19 tahun, dan harus menikah karena ‘kecelakaan’.
“Sekitar ada 60 perkara data dari Januari-September 2020. Usianya ada yang 15-16 tahun,” ujar Ketua Pengadilan Agama Jayapura Kelas 1A, Farida Hanim saat diwawancara di Hotel Horison Kotaraja, Distrik Abepura, Kota Jayapura, Papua, Kamis (24/9/2020).
Dikatakan Farida, sebenarnya orang tua sudah melakukan pengawasan hingga mengontrol aktivitas anak, tapi karena semakin canggihnya teknologi dan tidak dibentengi dengan agama yang bagus sehingga terjadilah ‘kecelakaan’ atau biasa dikenal dengan istilah married by accident.
“Nah, mau tidak mau karena namanya dispensasi berarti kan urgen. Kalau memang bukti-bukti yang diajukan cukup maka kami kabulkan,” ujar Farida.
Menurut Farida, selain married by accident, dipensasi nikah dilakukan juga berkaitan besar dengan hasil revisi Undang-Undang Perkawinan pada September 2019, yaitu batas usia minimal pernikahan yang diizinkan dari 16 tahun menjadi 19 tahun.
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan Anak dan Keluarga Berencana Kota Jayapura, Betty Puy, mengatakan usia 10-18 tahun merupakan periode terjadinya pertumbuhan dan perkembangan fisik, psikologis, maupun intelektual. Rasa ingin tahu yang tinggi dan keinginan untuk mencoba hal-hal baru merupakan ciri khas remaja.
Hal tersebut tak jarang disertai dengan pengambilan keputusan yang ceroboh atau tidak berpikir panjang, seperti menikah muda atau pernikahan dini. Kehamilan maupun proses persalinan pada usia muda tentuna memiliki risiko atau komplikasi yang berbahaya.
Bahaya tersebut dapat dijumpai pada perempuan yang melahirkan sebelum usia 15 tahun memiliki risiko kematian bila dibandingkan yang melahirkan pada usia 20 tahun, bayi lahir prematur, dan pendarahan persalinan. Sementara laki-laki belum terlalu mampu mencari nafkah untuk menghidupi rumah tangganya.
“Upaya yang kami lakukan dengan meningkatkan edukasi dan pemberdayaan perempuan dan laki-laki karena sangatlah penting untuk menghindari terjadinya pernikahan dini. Selain pemerintan dan tenaga kesehatan, peran orang tua sangatlah penting dalam menyampaikan hal-hal mendasar terkait normal dan informasi kesehatan reproduksi,” ujar Puy. (*)
Editor: Syam Terrajana