Anggota DPRP usulkan pembentukan tim adhoc untuk kawal aspirasi masyarakat adat Malind

Bupati Merauke, Frederikus Gebze menyerahkan keputusan musyawarah pimpinan golongan adat Zozom, Imo, Mayo dan Ezam kepada perwakilan Dewan Perwakilan Rakyat Papua dan Majelis Rakyat Papua, Senin (3/6/2019). - Jubi/Arjuna Pademme
Bupati Merauke, Frederikus Gebze menyerahkan keputusan musyawarah pimpinan golongan adat Zozom, Imo, Mayo dan Ezam kepada perwakilan Dewan Perwakilan Rakyat Papua dan Majelis Rakyat Papua, Senin (3/6/2019). – Jubi/Arjuna Pademme

Papua No. 1 News Portal | Jubi

Merauke, Jubi –  Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Papua atau DPRP, Yonas Nusy mengusulkan para pemangku kepentingan politik di Papua membentuk tim adhoc untuk mengawal aspirasi masyarakat adat Malind Anim terkait penambahan jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atau DPRD Kabupaten Merauke melalui mekanisme pengangkatan. Nusy berharap pembentukan dan anggota tim adhoc dapat dibahas dalam rapat bersama Bupati Merauke pada Selasa (4/6/2019).

Read More

Usulan pembentukan tim adhoc itu disampaikan Yonas Nusy usai mewakili DPRP menerima aspirasi hasil musyawarah pimpinan empat golongan Malind yakni Mayo, Imo, Zozom dan Ezam di Kantor Bupati Merauke pada Senin (3/6/2019). “Kami akan rapat dengan Bupati Merauke dan pihak terkait lainnya. Saya akan mengusulkan pembentukan tim adhoc untuk mengawal aspirasi ini dari provinsi hingga ke Presiden Joko Widodo,” kata Yonas Nusy.

Musyawarah adat pimpinan empat golongan adat Malind di Kabupaten Meraukeyakni golongan adat Mayo, Imo, Zozom dan Ezam memutuskan meminta Presiden RI Joko Widodo menambah jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atau DPRD KabupatenMerauke melalui mekanisme pengangkatan bagi anak adat Malind. Hal itu diharapkan akan menambah rasio keterwakilan masyarakat adat Malind dalam DPRD Kabupaten Merauke.

Baca juga Presiden diminta tak abaikan keputusan rapat adat masyarakat adat Anim Ha

Tuntutan penambahan jumlah anggota DPRD Merauke muncul karena banyak calon anggota legislatif (caleg) orang Malind gagal terpilih menjadi anggota DPRD Kabupaten Merauke dalam Pemilihan Umum (Pemilu) 2019. Dari 30 kursi DPRD Kabupaten Merauke periode 2019 – 2024, diperkirakan hanya dua kursi yang akan dimenangkan oleh caleg Malind.

Sejumlah dua kursi lainnya diperkirakan dimenangkan oleh caleg asli Papua yang bukan berasal dari suku Malind. Itu berarti keterwakilan orang Malind dalam DPRD Kabupaten Merauke periode 2019-2024 kurang 10 persen, dan keterwakilan orang asli Papua di DPRD Kabupaten Merauke kurang dari 20 persen. Rendahnya rasio keterwakilan orang Malind dan orang asli Papua dalam DPRD Kabupaten Merauke itulah yang memunculkan keputusan musyawarah adat pimpinan empat golongan adat Malind untuk meminta tambahan kursi DPRD Kabupaten Merauke bagi orang Malind Anim.

Keputusan hasil musyawarah empat pimpinan golongan adat Malind itu dibacakan Yohan Lamis Mahuze dari adat Inwanim saat rapat adat di Kantor Bupati Merauke pada Senin juga mengatur  calon Bupati dan Wakil Bupati Merauke periode 2020-2025 dan periode seterusnya harus anak adat Malind Anim Ha. Anak adat Malind Anim Ha yang mencalonkan diri juga diwajibkan mendapatkan rekomendasi pencalonan dari lembaga adat yang ada pada golongan berdasarkan asal sukunya dan Lembaga Masyarakat Adat Kabupaten Merauke.

Baca juga Musyawarah empat golongan adat Malind minta Presiden Joko Widodo turun tangan

Rapat adat itu juga memutuskan bahwa Bupati Merauke dan Gubernur Papua harus  memberikan kuota 80 persen kepada anak Marind dan anak asli Papua lainnya dalam proses proses seleksi dan penerimaan calon aparatur sipil negara tahun anggaran 2019 dan pada tahun-tahun berikutnya.

“Kita bawa hasil musyawarah ini ke Presiden Joko Widodo agar beliau segera mengeluarkan Peraturan Presiden untuk mengakomodir aspirasi rakyat terkait kursi pengangkatan di kabupaten/kota di Papua dimulai dari tanah Ha Anim,” ujar Nusy.

Nusy menyatakan campur tangan Presiden RI Joko Widodo selaku kepala Negara dibutuhkan untuk memulihkan hak konstitusi orang asli Papua Rapat adat yang dilakukan masyarakat adat Malind merupakan pertama kalinya di Papua.

Baca juga Berbagai faktor telah merampas hak masyarakat adat Malind

“Hari ini masyarakat adat Ha Anim meminta perlindungan negara terhadap hak konstitusinya lewat kursi pengangkatan di DPRD Merauke. Ini sebenarnya amanat UU Otsus yang mestinya sudah lama dilakukan. Saya optimis Presiden Jokowi akan mendengar aspirasi masyarakat adat Papua,” ucap Nusy.

Anggota Komisi I DPRP bidang pemerintahan, politik, hukum dan hak asasi manusia, Adolfina Dimara mengatakan, pihaknya akan segera menyampaikan aspirasi masyarakat adat Malind itu kepada pimpinan DPRP. Dengan demikian, DPRP dalam secepatnya mengambil sikap dan meneruskan aspirasi itu kepada  Presiden Joko Widodo.

“Ini sebenarnya bukan hal baru bagi Papua. Peraturan Presiden Nomor 1 Tahun 1963 mengistruksikan pengangkatan Yan Elieser Bonai sebagai Gubernur Papua, juga hadirnya DPR Gotong Royong. Ini menjadi dasar, kita spesial,” kata Adolfina Dimara.

Perwakilan golongan adat Zozom, Imo, Mayo serta Ezam, Yohanes Midwa Mahuze mengatakan pihaknya telah membuat keputusan. Keputusan itu telah disampaikan secara tertulis ke DPRP untuk diteruskan kepada Presiden Joko Widodo.  “Mohon ditanggapi. Kami minta hak kesulungan kami. Anak-anak kami yang maju calon anggota legislatif sudah tersisi di tanahnya sendiri. Kami minta kepala daerah, DPRP dan Majelis Rakyat Papua menyampaikan aspirasi kami kepada Presiden. Jangan lagi tanah Malind menjadi tanah sakit hati untuk anak-anak pemilik tanah ini,” kata Yohanes Midwa Mahuze. (*)

Editor: Aryo Wisanggeni G

Related posts

Leave a Reply