Agar keluarga tetap bergizi selama pandemi

Papua
Budi daya tanaman tanpa lahan di Kampung Yobo, Sentani, Kabupaten Jayapura - Jubi/Engelbert Wally.

Papua No.1 News Portal | Jubi

KETERBATASAN lahan tidak menyurutkan niat warga untuk bertanam sayuran di Kampung Yoboi, Distrik Sentani, Kabupaten Jayapura. Mereka membuat petakan sebagai wadah untuk media tanam di pekarangan rumah.

Kampung Yoboi berada di pesisir Danau Sentani. Wilayah ini dikenal sebagai kampung terapung karena kawasan permukiman warga berdiri di atas danau.

Read More

Deretan jembatan kayu menjadi jalan penghubung utama dan jalan antarpermukiman di Yoboi. Tidak ada sejengkal lahan pun di pekarangan rumah warga.

Kondisi tersebut membuat warga memutar otak agar bisa memenuhi kebutuhan gizi keluarga secara mandiri selama masa pandemi Covid-19. Hal itu juga sejalan dengan imbauan pemerintah setempat, yang meminta warga bercocok tanam demi memenuhi kebutuhan pangan.

Warga lantas berinisiatif dengan mengembangkan model bercocok tanaman tanpa lahan di Yoboi. Mereka membuat petakan sebagai wadah untuk media tanam.

Setiap petakan berukuran rata-rata 3 x 2 hingga 4 x 5 meter. Semua material pada usaha bercocok tanam tanpa lahan itu memanfaatkan bahan alami yang banyak terdapat di sekitar kampung. Petakan yang menyerupai bedengan tersebut, misalnya terbuat dari batang sagu.

“Langkah awal pembuatan petakan ialah dengan menyiapkan bantalan (papan alas untuk menempatkan petakan) dari (susunan) pelepah pohon sagu. Lalu, menyusun sisa gabah kering sebagai pembatas petakan,” kata Henny Felle, warga Yoboi, Senin (22/6/2020).

Tahapan selanjutnya ialah memasukan media tanam berupa campuran tanah gembur, ampas sagu, dan lumut ke setiap petakan. Media tanam itu dibiarkan selama beberapa hari agar bahan organik tersebut terurai atau terdekomposisi dengan sempurna sehingga menjadi nutrisi bagi tanaman.

“Setelah itu, benih sayuran siap ditabur (ditanam). Ada kol, sawi, bayam, kangkung, rica (cabai), tomat dan bawang (merah),” ujar Felle, yang juga mengembangkan budi daya tanaman tanpa lahan di Yoboi.

Budi daya tanaman tanpa lahan ini juga menerapkan pola pertanian organik. Semua kebutuhan nutrisi tanaman dipenuhi melalui pupuk alami yang terdekomposisi sejak awal penanaman.

Setelah dipanen, sebagian hasilnya dijual untuk memenuhi kebutuhan lain. Harga jualnya rata-rata Rp10 ribu hingga Rp20 ribu seikat. Penjualannya semakin laris sejak ada dermaga bercorak warna-warni di Kampung Yoboi

“Selain untuk memenuhi kebutuhan keluarga, hasil panen dijual. Pembelinya ialah para pengunjung dermaga warna-warnai, yang saat ini viral di media sosial,” kata Felle.

Model budi daya tanaman tanpa lahan bukan menjadi hal baru bagi warga Yoboi. Mereka sudah sangat familiar dan lazim menyebutnya sebagai taman gizi. Itu lantaran hasil budi daya tersebut diutamakan untuk memenuhi kebutuhan gizi keluarga.

Yoboi bahkan pernah menjuarai lomba pengelolaan taman gizi tingkat nasional. Mereka juga sering berpameran di tingkat daerah maupun nasional.

“Karena wabah Covid 19, masyarakat mulai aktif kembali mengelola taman gizi mereka. Setiap warga memilikinya di depan (pekarangan) rumah masing-masing,” lanjut Felle.

Dia berharap ada perhatian khusus dari pemerintah setempat terhadap pengembangan budi daya tanaman tanpa lahan di Yoboi. Itu lantaran hasil pertanian tersebut juga bermanfaat bagi masyarakat di luar kampung mereka.

Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Jayapura David Kondobua berjanji mengunjungi Yoboi dalam waktu dekat. “Kami telah menyaksikan panen hasil pertanian di sejumlah kampung. Yoboi pasti kami datangi juga. Itu untuk melihat hasil (pertanian tanpa lahan) dan mengetahui kendala-kendalanya.”  (*)

 

Editor: Aries Munandar

Related posts

Leave a Reply