Advokat akan ke Kaltim untuk pastikan kondisi tujuh tersangka makar

Direktur LBH Papua
Direktur Lembaga Bantuan Hukum Papua, Emanuel Gobay - Jubi/Hengky Yeimo
Direktur Lembaga Bantuan Hukum Papua, Emanuel Gobay – Jubi/Hengky Yeimo

Papua No. 1 News Portal | Jubi

Jayapura, Jubi – Koalisi Penegak Hukum dan Hak Asasi Manusia Papua akan ke Kalimantan Timur untuk memastikan kondisi tujuh tersangka makar yang dipindahkan dari tanahan Kepolisian Daerah Papua pada 4 Oktober 2019. Koalisi juga tengah menimbang sejumlah langkah untuk melanjutkan pendampingan hukum bagi ketujuh tersangka makar itu.

Read More

Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Papua, Emanuel Gobay mengatakan para aktivis dan lembaga swadaya masyarakat  yang tergabung dalam Koalisi Penegak Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Papua akan segera mengunjungi ketujuh tersangka kasus makar yang dipindahkan ke Kalimantan Timur pada 4 Oktober lalu itu. Ketujuh orang itu adalah Buchtar Tabuni, Agus Kosay, Fery Kombo, Alexander Gobay, Steven Itlai, Hengki Hilapok dan Irwanus Uropmabin.

Gobay menyatakan Koalisi juga tengah menimbang sejumlah kemungkinan untuk bisa melanjutkan pendampingan hukum bagi ketujuh tersangka makar itu. “Menyangkut pemenuhan hak bantuan hukum, kami akan pikirkan. Apakah bekerjasama dengan advokat di Kalimantan Timur, atau bagaimana. Ada beberapa rekan advokat di sana yang siap menjadi kuasa hukum mendampingi ketujuh orang itu,” kata Emanuel Gobay kepada Jubi, Selasa (15/10/2019).

Gobay mengaku ia menerima penjelasan dari Komnas HAM RI yang menyatakan mengajukan Komnas HAM RI telah meminta enam tersangka makar masalah Papua yang tengah ditahan di Jakarta segera bebaskan. Gobay menyatakan Koalisi ingin tujuh tersangka makar yang kini ditahan di Kalimantan Timur juga dibebaskan.

“Sejak awal kami menyebutkan ini bagian dari kriminalisasi pasal makar. Faktanya [perbuatan tujuh tersangka] tidak menjurus pada unsur-unsur yang diatur dalam 106 atau 110 KUHP. Selain itu, setelah aksi demonstrasi di Kota Jayapura beberapa waktu lalu hingga kini, Negara belum bubar,” ujarnya.

Gobay menilai, ini menunjukkan jika pasal makar kembali dipakai untuk membungkam kebebasan berekspresi di Papua. Padahal model pembungkapan seperti itu merupakan salah satu dalil yang dipakai para advokat beberapa waktu lalu melakukan judicial review pasal makar di Mahkamah Konstitusi (MK).

“Belum lewat satu tahun dari keputusan judicial review pasal makar, sudah ada korban lagi. Di Papua, pasal makar kini digunakan penyidik membungkam atau mengkriminalisasi aktivis HAM dan aktivis mahasiswa,” ucapnya.

Pendeta Dora Balubun dari Sinode Gereja Kristen Injili (GKI) di Tanah Papua mengatakan, pihaknya mendesak Komnas HAM memperjungkan keadilan kepada sejumlah pihak yang menjadi korban dan ditersangkakan pasca sejumlah insiden di Papua.  “Orang Papua bergerak sedikit ditahan, diperiksa. Orang lain tidak, [mereka] jalan di jalan dengan senjata tajam tidak diapa-apakan,” kata Pdt. Dora Balubun.

Menurutnya, para aktivis di Papua kini tidak bisa berbuat banyak. Mereka kesulitan bersuara sebab dibayang-bayangi terancam dijadikan tersangka. “Ada upaya aparat juga menyeret pengacara, diperiksa sebagai saksi. Di Papua ini terjadi. Perlakuan negara ini tidak adil dan kami benar-benar merasa tindakan rasisme hari ini,” ujarnya. (*)

Editor: Aryo Wisanggeni G

Related posts

Leave a Reply