Papua No. 1 News Portal | Jubi
Makassar, Jubi – Akademisi dari Universitas Cenderawasih Dr. Yusak Reba menyatakan Undang-Undang nomor 21 tahun 2001, tentang Otonomi Khusus ( UU Otsus) Papua tidak akan berakhir pada 2021, seperti anggapan berbagai pihak selama ini.
Menurut dosen hukum tata negara, Fakultas Hukum Universitas Cenderawasih Jayapura itu, UU Otsus Papua tidak berakhir sepanjang tidak ada UU yang mencabut, atau menyatakan UU 21 tahun 2001 tidak berlaku lagi.
“Sepanjang tidak ada Undang-Undang yang menyatakan Undang-Undang Otsus Papua berakhir, dicabut maka undang-undang itu tetap berlaku. Mempunyai daya hukum mengikat,” kata Yusak Reba melalui panggilan teleponnya, Rabu (29/7/2020).
Katanya, yang berakhir pada 2021 mendatang adalah dana dua persen dari Dana Alokasi Umum (DAU) nasional yang diterima Provinsi Papua, selama ini.
Ketentuan dana dua persen atau yang disebut dana Otsus itu, diatur dalam pasal 34 ayat 3 huruf (e) dan ayat 6 UU Otsus Papua.
Dalam pasal itu disebutkan, Provinsi Papua hanya menerima dua persen DAU nasional selama 20 tahun. Jika dihitung, penerimaan dana itu hanya sampai 2021.
Ia mengatakan, jika pemerintah pusat tidak melakukan perubahan atau revisi terbatas khusus pasal 34 pada ayat 6 UU Otsus Papua, Pemprov Papua tidak lagi menerima dana dua persen itu pada 2020 mendatang.
“Namun substansi Undang-Undang Otsus pada bab-bab lainnya, tetap berlaku dan mempunyai daya hukum mengikat. Tetap dijalankan seperti biasa oleh penyelenggaraan pemerintahan di Papua,” ujarnya.
Kata Reba, kini ada yang berpendapat dana Otsus dan UU Otsus Papua berakhir pada 2021. Juga ada pendapat menyatakan yang berakhir adalah dana Otsus, bukan UU Otsus.
Perbedaan persepsi publik itu dinilai mesti diluruskan, agar tidak menimbulkan berbagai tafsir, dan pemahaman keliru.
Akan tetapi lanjutnya, meski UU Otsus tidak berakhir namun kewenangan yang diamanatkan undang-undang itu kepada Pemprov Papua, tak mungkin dapat dilaksanakan tanpa dukungan dana.
“Itu satu paket dalam konteks Otsus. Kalau ada kewenangan khusus, harus ada dana khusus untuk menjalankan kewenangan khusus itu. Tidak bisa dipisahkan,” ujarnya.
Ia mengatakan, mungkin saja pemerintah pusat akan merevisi pasal 34 dalam UU Otsus terkait keuangan, karena jangan sampai terjadi kekosongan pelaksanaan UU Otsus Papua lantaran tidak didukung finansial.
“Bisa saja dana Otsus dua persen itu dilanjutkan. Mungkin persentase dua persen atau lebih, kalau ada revisi pada pasal 34 Undang-Undang Otsus,” ucapnya.
Dalam diskusi daring pertengahan Juli ini, satu di antara tim penyusun draf UU Otsus Papua, Dr. Agus Sumule mengatakan hal yang sama.
Menurutnya, yang akan berakhir adalah dana dua persen dari DAU nasional untuk Papua dan Papua Barat.
Menurutnya, jika nantinya penerimaan dana dua persen itu tidak dilanjutkan, kedua provinsi ini akan kehilangan sekitar 50 persen APBD-nya.
Pemprov Papua dan Papua Barat mesti memikirkan sumber dana lain menutupi kekurangan anggaran itu.
“Akan tetapi jika dilanjutkan, tata kelola keuangan mesti dibenahi. Selama ini banyak pihak menyatakan masalahnya ada pada tata kelola dana,” kata Agus Sumule.
Kata Wakil Rektor Universitas Papua Manokwari, Papua Barat itu tujuan utama Otsus adalah meningkatkan kesejahteraan dan sumber daya manusia masyarakat Papua, juga pembangunan di provinsi paling timur Indonesia itu.
Akan tetapi menurutnya, seiring waktu, semangat Otsus belum sepenuhnya dapat diwujudkan.
Dalam suatu sesi wawancara dengan Jubi beberapa waktu lalu, Agus Sumule juga mengatakan dalam UU Otsus yang bicara batas waktu adalah dana Otsus. Tidak dengan UU Otsus.
“Yang [ada batas waktu] berakhirnya, itu soal keuangan. Sementara UU Otsus, tidak disebutkan masa berakhirnya. Dapat diubah jika akan diubah,” ucap Agus Sumule ketika itu. (*)
Editor: Edho Sinaga