Papua No. 1 News Portal | Jubi
Jayapura, Jubi – Pengadilan Negeri Jayapura pada Rabu (8/1/2020) melanjutkan sidang pemeriksaan perkara yang terkait dengan peristiwa amuk massa 29 Agustus 2019. Dalam sidang terdakwa Wilem Walilo, jaksa penuntut umum menutut Walilo dihukum penjara satu tahun gara-gara memiliki badik yang dipakainya untuk mengurus ternak babi.
Dalam sidang yang dipimpin hakim ketua Maria Sitanggang bersama hakim anggota Abdul Gafur Bunguin dan Muliyawan pada Rabu, jaksa penuntut umum Ismail Nahumarury meminta hakim menyatakan terdakwa Wilem Walilo terbukti bersalah membawa senjata tajam.
“Wilem Walilo bersalah melakukan tindak pidana sembawa senjata tajam sajam sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951. Menuntut terdakwa dengan hukuman pidana penjara selama 1 tahun dikurangi masa tahanan,” kata Ismail saat membacakan tuntutannya.
Terdakwa Wilem Walilo adalah seorang aparatur sipil negara yang ditangkap pada 30 Agustus 2019, karena membawa badik yang disisipkan dipinggangnya. Saat ditangkap, warga Dok V Bawah itu sedang dalam perjalanan dari APO untuk memberi makan ternak babi.
Saat melintas di depan Kantor Gubernur Papua, Walilo berpapasan dengan massa mahasiswa, sehingga ia mengurungkan niatnya. Walilo akhirnya mengendarai motornya menuju Dok V Atas, mengambil jalan memutar menuju ke APO. Dalam perjalanan, Walilo ditangkap polisi, karena kedapatan membawa senjata tajam.
Anggota Tim Advokat untuk Orang Asli Papua, Sugeng Teguh Santoso selaku penasehat hukum Wilem Walilo mempertanyakan tuntutan jaksa penuntut umum. Sugeng menegaskan, Pasal 2 ayat (2) Undang-undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 sudah jelas-jelas menyatakan membawa senjata tajam untuk urusan pertanian, pekerjaan rumah tangga, atau untuk kepentingan yang sah tidak dapat dipidanakan.
Sugeng menyatakan Wilem Walilo bisa dihukum jika persidangan membuktikan senjata tajam yang dibawaya dipakai untuk melakukan kejahatan, dan bukan dibawa dalam urusan pekerjaan. “Dalam kasus Wilem Walilo itu, dia membawa parang untuk melakukan pekerjaan. Menurut kami Willem Walilo harus dibebaskan tanpa tuntutan hukum, sebab pisau yang dibawa Walilo itu dipakai untuk memotong makanan babi,” ujar Sugeng.
Sugeng menyatakan pada saat amuk massa terjadi di Jayapura pada 29 Agustus 2019, Wilem Walilo justru melindungi warga etnis Buton yang ada di tempat tinggalnya supaya aman. “Hari itu [Walilo bahkan] tidak bisa diberikan makanan babi. Kemudian tanggal 30 Agustus 2019 dia berangkat untuk memberikan makan babi, tetapi dia ditangkap saat polisi melakukan sweeping,” katanya.
Ketua majelis hakim Maria Sitanggang mengatakan sidang kasus itu akan dilanjutkan pada 15 Januari 2020. “Sidang untuk mendengarkan jawaban dari penasehat hukum atas tuntutan yang disampaikan oleh jaksa penuntut umum,” kata Sitanggang.(*)
Editor: Aryo Wisanggeni G