Warga Singapura ini dihukum 30 tahun terbukti menyiksa ART hingga tewas

Papua
Foto ilustrasi. - pixabay.com

Papua No. 1 News Portal | Jubi

Jakarta, Jubi – Seorang perempuan di Singapura divonis hukuman 30 tahun penjara karena menyiksa hingga tewas seorang asisten rumah tangga (ART) asal Myanmar, Selasa (22/6/2021). AFP melansir  penyiksaan hingga tewas ART asal Myanmar, bernama Piang Ngaih Don, 24 tahun itu terekam rekaman video pengawas (CCTV) sehingga memberatkan hukuman pengadilan pada terdakwa, Gaiyathiri Murugayan.

Read More

Penyiksaan berulang-ulang melakukan kekerasan mulai mencekik, memukul pakai sapu, hingga seterika itu telah berujung kematian Ngaih Don pada 2016 silam. Gaiyathiri pun ditangkap polisi pada tahun itu juga, kemudian menjalani persidangan di pengadilan kemudian.

Baca juga : ILO sebut kekerasan dan pelecehan dunia kerja bukan perilaku tunggal

Angka kekerasan anak di dunia mencapai miliaran per tahun 

Mempelajari kekerasan terkait sihir di PNG (bagian 2)

Gaiyathiri, 41 tahun, hanya diam saja dengan kepala tertunduk saat mendengar hakim See Kee Oon membacakan vonis atas dirinya pada Selasa lalu. Ia tak dihukum lebih berat–penjara seumur hidup ataupun hukuman mati–karena hakim mempertimbangkan kesehatan mentalnya.

Dalam perkara ini, Ngaih Don dipekerjakan Gaiyathiri dan suaminya yang merupakan seorang polisi pada 2015 silam untuk membantu merawat dua anaknya yang saat itu masih balita.

Namun, berdasarkan dokumen pengadilan, diketahui bahwa Gaiyathiri hampir setiap hari, dan beberapa kali dalam sehari, menyiksa Ngaih Don. Bahkan, ibunya yang berusia 61 beberapa kali juga ikut menyiksa.

Ngaih Don juga diperlakukan tak manusiawi yakni hanya boleh tidur lima jam pada malam hari, diberi makanan sedikit hingga berat tubuhnya berkurang sampai 38 persen saat bekerja untuk keluarga Gaiyathiri.

Sebagai informasi penderitaan ART di Singapura mendapatkan perhatian luas pada 2021 silam, tercatat pada Mei tahun itu setidaknya ada 10 pekerja domestik yang jatuh dari gedung apartemen tinggi karena disuruh membersihkan jendela.

Sejumlah kematian pun terjadi setiap tahun meski ada hukum di Singapura yang melarang ART diberi tugas berbahaya. Para aktivis pemerhati HAM menyatakan itu terjadi karena minimnya penegakan hukum dari pihak berwenang.

Meskipun ada seruan untuk perubahan selama bertahun-tahun, hanya ada sedikit perbaikan atau reformasi sejati. Sebuah kajian pada 2017 silam yang melibatkan hampir 800 pekerja rumah tangga di Singapura menemukan bahwa sekitar 60 persen mengalami eksploitasi oleh majikan, dengan pekerja melaporkan upah rendah, sedikit waktu istirahat dan pelecehan verbal dan fisik. (*)

CNN Indonesia

Editor : Edi Faisol

Related posts

Leave a Reply