Papua No. 1 News Portal | Jubi
Bandung, Jubi – Setidaknya 133 keluarga di bandung Barat Provinsi Jabar terdampak pembangunan jalan kereta cepat, termasuk puluhan rumah rusak akibat pembangunan yang dibiayai pemerintah Cina itu. Hal itu menjadi alasan Wahana Lingkungan Hidup atau Walhi Jawa Barat mendesak pemerintah pusat menuntaskan masalah dampak lingkungan dan sosial proyek kereta cepat Indonesia-China.
“Daripada mengurus masalah pendanaan proyek, lebih baik menuntaskan dampak lingkungan yang dirasakan warga,” kata Direktur Eksekutif Walhi Jabar, Meiki W Paendong, Kamis (14/10/2021) kemarin.
Baca juga : Gugatan warga ke PT Pertamina masuk tahap mediasi
Tangis warga Yogyakarta yang tanahnya bakal tergusur pembangunan Tol
Masyarakat adat pertanyakan manfaat pembangunan resort di pantai wisata Sowa
Walhi mencatat ada 23 kasus terkait langsung dengan proyek kereta cepat, mulai kasus perizinan, lingkungan, sosial, hingga kecelakaan kerja. Dari sejumlah kasus itu, persoalan lingkungan, sosial, dan HAM menjadi aspek yang paling diabaikan.
“Terbukti dengan tidak adanya niat baik penuntasan masalah hingga saat ini. Pemerintah Indonesia hanya fokus pada permasalahan bengkaknya anggaran dan percepatan proyek agar bisa segera beroperasi. Di sisi lain rakyat terdampak proyek yang terancam hidupnya tidak dipedulikan,” ujar Meiki menambahkan.
Ia menyayangkan sikap pemeirntah yang seharusnya menyelamatkan rakyat, justru sibuk menyelamatkan kereta cepat. Walhi mendesak nasib rakyat yang menderita akibat proyek tersebut diperhatikan.
“Termasuk menuntut PT KCIC untuk melaksanakan tanggung jawabnya dan patuh menghormati hak asasi warga terkena dampak proyek dalam kerangka bisnis dan HAM,” kata Meiki menjelaskan.
Secara khusus Walhi Jawa Barat mendorong penyelesaian masalah kerusakan lingkungan dan sosial yang dialami 133 kepala keluarga (KK) warga Kompleks Tipar Silih Asih, Kabupaten Bandung Barat, yang disebutnya tak kunjung ada titik terang sejak dua tahun yang lalu.
Akibat pembangunan terowongan 11 yang menggunakan metode peledakan pada Oktober 2019, puluhan rumah rusak berat hingga ringan.
Yang lebih parah dari pembangunan itu telah terjadi retakan tanah memanjang di area kompleks, hal itu berdasarkan hasil kajian Badan Geologi. Hal itu menjadi kekhawatiran warga saat turun hujan, air akan masuk ke dalam retakan tanah dan berpotensi pada bencana longsor.
Menurut Meiki, upaya mekanisme keluhan dan permohonan bantuan kepada pemerintah pusat sudah dilakukan warga. Mulai dari tingkat desa, kabupaten, provinsi, dinas terkait, hingga KLHK. Namun tetap tidak ada tindak lanjut sampai saat ini.
Selain itu, masalah kerusakan belasan hektare sawah dan saluran irigasi di Desa Depok, Kabupaten Purwakarta. Sejak Agustus 2019, sawah milik 16 warga tersebut dijadikan area disposal atau pembuangan tanah kupasan proyek jalur kereta cepat.
Akibatnya sawah yang tadinya produktif tidak lagi memberikan hasil hingga sekarang. Kondisi warga yang bergantung pada lahan sawah itu menjadi lebih miris di saat dampak pandemi Covid-19 melanda.
“Jika sawah dan irigasi mereka tidak ditimbun tentu ketahanan pangan mereka terjamin karena dapat bertahan hidup dengan menanam padi,” katanya.
Walhi menilai proyek kereta cepat merupakan pintu masuk proyek properti skala besar lainnya. Perampasan ruang hidup rakyat, pemindahan paksa, dan alih fungsi lahan skala besar kelak dipastikan terjadi. (*)
CNN Indonesia
Editor : Edi Faisol