Papua No.1 News Portal | Jubi
Wajib pajak terbiasa bertransaksi langsung dengan petugas padahal ketentuan itu sudah tidak berlaku. Pelunasan pajak harus melalui transaksi elektronik.
BADAN Pelayanan Pajak dan Retribusi Daerah Nabire mematok Rp31,5 miliar sebagai target pendapatan asli daerah tahun ini. Target tersebut lebih rendah ketimbang tahun lalu, yang sebesar Rp35 miliar.
Pemasukan sebesar Rp31,5 miliar diharapkan berasal dari pajak daerah, yakni sebesar Rp28 miliar. Kemudian, retribusi pasar dan pedagang kaki lima, kebersihan, serta izin mendirikan bangunan, sebesar Rp3,5 miliar.
Penurunan target pendapatan asli daerah (PAD) Nabire dilatarbelakangi risiko dampak pandemi Covid-19. Pada tahun lalu, target PAD sebesar Rp35 miliar pun gagal tercapai sehingga dikoreksi menjadi Rp18 miliar atau hampir separuh dari target awal.
“PAD tahun lalu akhirnya mencapai Rp26 miliar. Berdasarkan pengalaman tahun lalu, PAD tahun ini kami targetkan sebesar Rp35 miliar,” kata Kepala Badan Pelayanan Pajak dan Retribusi Daerah (Bapenda) Nabire Fatmawati, beberapa waktu lalu.
Bapenda Nabire saat itu menerapkan berbagai kebijakan untuk menggenjot PAD 2020. Mereka memberi keringanan atau relaksasi berupa penghapusan denda keterlambatan dan mengundurkan batas waktu atau jatuh tempo pembayaran pajak maupun retribusi. Pelunasannya pun bisa diangsur.
Fatmawati mengatakan mereka juga akan merevisi regulasi mengenai perpajakan dan retribusi daerah. Regulasi saat ini telah berlaku lebih dari lima tahun sehingga tidak sesuai lagi dengan kondisi daerah.
“Ada (ketentuan) pajak dan retribusi tidak sesuai dengan kondisi pada saat ini sehingga harus diubah (revisi). Kami akan mengupayakannya menjadi lebih ringan (mudah dan murah),” jelasnya.
Perubahan regulasi perpajakan dan retribusi daerah menjadi agenda utama Bapenda Nabire. Namun, Fatmawati memastikan tidak ada penaikan tarif pajak dan retribusi pada tahun ini.
“Kalaupun dinaikan, belum tentu sampai 100% (dua kali lipat). Penentuan tarif pajak dan retribusi harus sesuai perundang-undangan,” tegasnya.
Kendala perpajakan
Bapenda Nabire juga bakal mengetatkan pengawasan terhadap sistem transaksi manual maupun elektronik. Saat ini ada 50 tempat usaha memberlakukan transaksi pajak secara elektronik atau daring.
Fatmawati berharap para wajib pajak berlaku jujur dalam melaporkan kondisi keuangan usaha masing-masing. Mereka juga diminta proaktif dalam memenuhi kewajiban membayar pajak.
“Jangan lagi menunggu (ditagih) petugas karena mereka bisa membayar pajak melalui sistem yang sudah ada (transaksi elektronik). Petugas juga harus meningkatkan kualitas pelayanan kepada wajib pajak,” harap Fatmawati.
Dia mengaku perilaku dan kepatuhan wajib pajak masih menjadi kendala utama di Nabire. Mereka terbiasa bertransaksi langsung dengan petugas padahal ketentuan itu sudah tidak berlaku lagi sejak 2018. Semua transaksi pajak harus melalui daring agar mudah terpantau dan diawasi bersama.
“Kendala lain ialah kurangnya fasilitas pendukung, seperti kendaraan operasional untuk ke kampung-kampung. Sumber daya manusia (kapasitas petugas) juga masih perlu ditingkatkan,” ungkap Fatmawati.
Kalangan DPRD Nabire pun mendukung revisi terhadap regulasi mengenai retribusi dan perpajakan daerah. Mereka mempersilahkan Bapenda menyiapkan rancangan aturan tersebut
“Pemungutan (ketentuan) pajak harus selaras dengan peningkatan PAD. Silahkan merevisi regulasinya apabila itu dianggap sudah tidak sesuai dengan kondisi dan dinamika saat ini,” kata Ketua Fraksi Nabire Bersatu Rohedi M Cahya.
Rohedi berjanji menyampaikan rencana revisi tersebut kepada rekan satu fraksinya dan Badan Pembentukan Peraturan Daeah (Bapemperda) DPRD Nabire. “Ketua Bapemperda berasal dari Fraksi Nabire bersatu. Nanti saya sampaikan materinya (usul revisi regulasi retribusi dan perpajakan daerah).”
Editor: Aries Munandar