Papua No. 1 News Portal | Jubi
Jayapura, Jubi – Juru bicara internasional Komite Nasional Papua Barat atau KNPB, Victor Yeimo mengatakan aksi solidaritas untuk mengecam persekusi dan rasisme yang dialami para mahasiswa Papua di Jawa Timur terus meluas, bahkan dilakukan warga di banyak negara. Dukungan bagi Papua untuk merdeka juga terus mengalir.
Victor Yeimo menyebut aksi solidaritas untuk mengecam persekusi dan rasisme yang dialami para mahasiswa Papua di Malang dan Surabaya semakin meluas, antara lain dilakukan warga Timor Leste, Hong Kong, Filipina, dan Australia. Dalam aksi solidaritas di keempat negara itu, dukungan bagi Papua untuk merdeka juga menguat.
“Aksi dukungan itu membuktikan bahwa Indonesia adalah negara kolonial yang tidak melakukan pendekatan kemanusiaan. Mereka selalu menggunakan pendekatan kekerasan dan rasisisme. Jangan heran kalau dukungan bagi Papua untuk menentukan nasibnya sendiri semakin menguat,” kata Yeimo, Jumat (23/8/2019).
Victor Yeimo menyatakan Gereja-gereja di Pasifik telah mengutuk keras pelaku rasisme dan penggunaan makian ‘monyet’ terhadap orang Papua. “Gereja-gereja di Pacifik juga mengecam dan mengutuk keras pelaku rasisisme, makian ‘monyet’, dan pernyataan ‘usir Papua’. Media-media asing juga ikut menuliskan isu rasisme terhadap orang asli Papua. Itu tanda ada dukungan [bagi perjuangan] kemerdekaan Papua dari Indonesia,” katanya.
Melalui siaran pers yang diterima Jubi pada Jumat (23/8/2019), Konferensi Gereja Pasifik bersama Dewan Gereja Papua Nugini menyatakan mengutuk keras rasisme yang ditujukan kepada orang Papua, dan persekusi yang dialami para mahasiswa Papua di Surabaya. Konferensi Gereja Pasifik bersama Dewan Gereja Papua Nugini juga menyesalkan semakin meningkatnya kekuatan militer Indonesia di Papua.
Sekretaris Jenderal Konferensi Gereja Pasifik, Pdt James Bhagwan dan Sekretaris Jenderal Dewan Gereja Papua Nugini, Pdt Roger Joseph menyatakan rasisme dan persekusi, serta penambahan pasukan tentara Indonesia di Papua menjadi contoh terbaru dari penindasan Indonesia terhadap Papua. Mereka meminta Perserikatan Bangsa-bangsa segera melakukan investigasi atas seluruh pelanggaran hak asasi manusia, hak sipil dan politik, serta hak ekonomi, sosial dan budaya yang sedang berlangsung di Papua.
“Saudara-saudara kita di Tanah Papua, yang merupakan bagian dari masyarakat Melanesia, bahkan masih harus berjuang untuk mendapat penghormatan harkat dan martabatnya sebagai manusia. Dalam konteks keluarga besar masyarakat Melanesia, menyebut saudara kami di Tanah Papua sebagai ‘monyet’ sama dengan menyebut seluruh orang Kepulauan Pasifik sebagai ‘monyet’,” kata Pdt James Bhagwan.
Pdt James Bhagwan juga menegaskan Konferensi Gereja Pasifik bersama Dewan Gereja Papua Nugini mencatat keterlibatan aparat dalam insiden pengepungan Asrama Mahasiswa Papua di Surabaya maupun tindakan rasisme terhadap para mahasiswa Papua di sana. “Hingga ini, tidak permintaan maaf Negara kepada warga negara Indonesia, khususnya orang Papua. Juga tidak ada permintaan maaf kepada masyarakat adat Papua Nugini,” kata Bhagwan.(*)
Editor: Aryo Wisanggeni G