Papua No.1 News Portal | Jubi
Jakarta, Jubi – Ombudsman RI Perwakilan Jakarta Raya menemukan kelemahan pendataan pelaksanaan vaksinasi Covid-19 tahap I terhadap selegram Helena Lim. Kelemahan itu ditemukan setelah meminta keterangan Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta.
“Kami menemukan adanya ketidakmampuan sistem informasi SDM kesehatan (SISDMK) yang bersumber dari kementerian/lembaga terkait atau sumber lainnya,” kata Kepala Perwakilan Ombudsman RI Jakarta Raya, Teguh P Nugroho, Rabu, (17/2/2021) kemarin.
Baca juga : Jayawijaya mulai vaksinasi Sinovac
Pemkot Jayapura siapkan 22 fasilitas kesehatan untuk vaksinasi
Dinkes Kota Jayapura anggarkan Rp5 miliar untuk operasional vaksinasi
SISDMK itu memuat nama, nomor induk kependudukan (NIK), dan alamat tempat tinggal sasaran dalam menghadirkan data nyata jumlah tenaga kesehatan yang berhak mendapat vaksinasi Covid-19 di Jakarta dan kemungkinan di seluruh Indonesia.
Sistem ini yang kemudian dipergunakan untuk mengirimkan undangan kepada tenaga kesehatan calon penerima vaksin melalui pesan singkat massal (sms blast), meregistrasi ulang, memilih lokasi vaksinasi hingga tiket elektronik sebagai bukti diri penerima vaksin yang sah.
“Kegagalan sistem menyebabkan banyaknya tenaga kesehatan yang tidak menerima undangan untuk vaksinasi dan menyebabkan terhambatnya proses vaksinasi,” kata Teguh menambahkan.
Untuk mengantisipasi masalah itu, Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kementerian Kesehatan RI (Ditjen P2P) mengeluarkan kebijakan pendataan secara manual bagi para tenaga kesehatan yang sesuai kategori dengan beberapa syarat.
Tenaga kesehatan yang sudah memiliki registrasi seperti dokter, verifikasi data dilakukan melalui surat tanda registrasi (STR), sementara untuk data tenaga kesehatan lain mempergunakan data dari organisasi profesi.
Di luar tenaga kesehatan, yaitu tenaga penunjang kesehatan, datanya didasarkan pada surat keterangan bekerja dari tempat mereka bekerja. Pendataan secara manual itu tanpa diimbangi dengan panduan kewajiban untuk melakukan pengecekan ulang data yang disampaikan, khususnya oleh pemberi kerja bagi tenaga penunjang kesehatan.
“Data dari pemberi kerja penunjang kesehatan, sepenuhnya tergantung pada itikad baik dari si pemberi kerja penunjang kesehatan,” kata Teguh menjelaskan.
Menurut Teguh, sangat mungkin terjadi pemalsuan dokumen atau keterangan dari pemberi kerja tenaga penunjang karena belum adanya mekanisme kontrol terhadap proses input data dan verifikasi data secara manual dari Kemenkes RI.
“Potensi ini yang terjadi dalam kasus seorang selebgram Helena Lim yang memperoleh surat keterangan bekerja dari apotek yang menjadi mitra kerjanya,” katanya.
Tercatat vaksinasi untuk Helena Lim divaksinasi dipertanyakan karena vaksinasi Covid-19 diprioritaskan bagi tenaga kesehatan. Helena Lim, kala itu membawa surat keterangan kerja resmi sebagai karyawan apoteker pada saat divaksin. Namun, belakangan, dia diduga bukan berstatus karyawan. (*)
Editor : Edi Faisol