Papua No.1 News Portal | Jubi
Port Vila, Jubi – Seorang pakar media telah mengecam sebuah UU baru yang akan mengkriminalisasi pencemaran nama baik dan penggunaan bahasa yang mengintimidasikan di Vanuatu dapat memengaruhi kebebasan berekspresi.
Minggu lalu, Parlemen Vanuatu dengan suara bulat mengesahkan UU baru yang dapat memenjarakan orang-orang selama tiga tahun jika mereka mengancam secara publik; atau menyebarkan hoaks yang merusak reputasi orang lain.
Hukum itu berlaku untuk semua pernyataan yang dibuat melalui media sosial, blog, dan situs web, tetapi juga platform media tradisional seperti surat kabar, radio, dan televisi.
Pemimpin oposisi, Ralph Regenvanu, mengatakan UU tersebut dirancang untuk memberikan hukuman keras bagi orang-orang memberikan informasi yang palsu dan merugikan secara daring.
“Saya juga pernah menerima … komentar dan pos kebencian dan banyak informasi palsu yang tidak benar,” ungkap Regenvanu. “Dan ini terutama terjadi pada tahun lalu saat kampanye pemilihan umum.”
Namun pihak-pihak yang mengkritik UU itu telah memperingatkan bahwa hukum baru itu dapat memengaruhi kebebasan media dan hak masyarakat untuk mengekspresikan pendapat mereka.
Dosen jurnalisme Universitas Pasifik Selatan, Dr. Shailendra Singh, mengatakan UU pencemaran nama baik dari negara ini adalah yang paling keras di wilayah Pasifik.
“UU pencemaran nama baik ini adalah beberapa UU paling keras dalam sebuah demokrasi. Dan inilah alasan mengapa perkembangan di Vanuatu ini benar-benar memprihatinkan,” ungkap Dr, Singh. “Jangan sampai tertipu oleh ini. Ini akan mempengaruhi kita semua. UU seperti ini merampas kekuasaan dari rakyat, karena media itu mewakili rakyat, dan menyerahkannya ke tangan pemerintah,” tegas Dr. Singh kepada Pacific Beat. (Pacific Beat)
Editor: Kristianto Galuwo