Papua No. 1 News Portal | Jubi
Jayapura, Jubi – Tiga hari dalam seminggu, setiap pukul 9 pagi, ibu-ibu akan berkumpul di Rumah Aimas Unit 1, Jalan Jambu Malawili, Kota Sorong, Papua Barat. Di rumah tersebut mereka bekerja memisahkan sabut kelapa.
Ibu-ibu tersebut merupakan tenaga harian yang dipekerjakan Pendi, laki-laki 26 tahun. Pendi merupakan pelaku UMKM di Kota Sorong, Papua Barat yang mengolah limbah sabut kelapa menjadi produk bernilai ekonomi.
Pendi awalnya mengolah sabut kelapa untuk dijadikan ‘cocopeat’ untuk pertanian. Cocopeat dalam pertanian biasa digunakan sebagai media tanaman hidroponik, media kompos, media semai, dan media cangkok.
Sabut kelapa selain menghasilkan cocopeat untuk pertanian, olahannya juga dijadikan ‘cocofiber’, yaitu serat-serat seperti rambut yang biasa dibuat untuk keset dan pot bunga.
BACA JUGA: Dari uang BLT, Elia Pawika kembangkan usaha madu di Pugima
“Dulu kami mau buat cocopeat untuk dunia pertanian dan ada limbahnya cocofiber. Seiring berjalan waktu ternyata cocofiber bisa dijadikan bahan produk juga,” katanya.
Fendi kemudian mengolahnya menjadi aneka pot bunga. Ia mulai tekun membuat pot bunga dari sabut kelapa sejak Desember 2020. Ia dibantu tiga pekerja harian.
“Semua skala rumahan,” ujarnya.
Dari sabut kelapa beragam pot bunga dihasilkannya. Ada ukuran S bulat, M bulat, XL buat L kotak, dan bentuk kerucut. Fendi mengaku pot serabut bukan ide utama, hanya saat ini yang paling mudah di buat adalah pot serabut. Semuanya dipelajarinya secara otodidak.
“Sebetulnya dari serat kulit kelapa banyak produk yang bisa dibuat, contoh kokomehs, keset serabut kelapa, dan tali tambang serabut kelapa,” ujarnya.
Fendi mengatakan keunikan dari produknya adalah ramah akan lingkungan, bagus buat pertumbuhan tanaman anggrek maupun untuk tanaman pori-pori terbuka yang lain.
Pot-pot bunga ini dijual dengan harga Rp15 ribu hingga yang termahal Rp50 ribu sesuai ukuran. Ia menyasar pembeli dari kalangan ibu-ibu rumah tangga pencinta bunga.
Sejak mulai memproduksi hingga kini Fendi sudah menjual setidaknya tujuh ribu pot bunga. Setelah dikurangi ongkos produksi, Fendi mendapatkan keuntungan bersih Rp5 ribu per pot. Artinya ia dalam setahun terakhir memperoleh keuntungan bersih sebesar Rp35 juta.
Fendi memperoleh limbah sabut kelapa dari lingkungan sekitar. Dalam seminggu ia dengan dibantu pekerja hanya mampu membuat 200 pot bunga. Ia belum mampu membuat ribuan karena terkendala dengan modal sehingga produk yang dihasilkan pun masih sebatas pot bunga.
“Karena modal belum cukup besar, kami belum bisa stok barang secara ribuan. Kami putar modal yang ada sambil tunggu tagihan di toko. Setelah tagihan cair kami beli material lagi, kami bikin lagi, begitu,” katanya.
Fendi mengatakan saat ini hasil produknya sebagian besar masih dijual dengan menitipkan di toko-toko bunga di sekitaran Kota Sorong. Ia juga melakukan promosi penjualan di media sosial Facebook “Bertani (Rumah Selada)”. Ke depannya Fendi bermimpi mengembangkan beraneka ragam produk dari sabut kelapa yang bisa masuk pasar ekspor.
Ia berharap pemerintah daerah lebih memperhatikan pelaku-pelaku UMKM yang betul-betul pelaku yang bersinergi buat menciptakan produk-produk unggulan.
“Jangan hanya melakukan pelatihan-pelatihan tertentu yang habis pelatihan dapat sertifikat dan tidak ada dukungan selanjutnya,” katanya.
Menurutnya jika ada pelaku UMKM yang memiliki produk-produk unggulan dengan potensi bagus bisa diperhatikan dalam segi pemasaran hingga permodalan.
“Selain pelaku UMKM juga kerja keras berusaha ada dukungan pemda juga, kan lebih bagus, apalagi bila ada produk-produk yang berpotensi ekspor,” ujarnya. (*)
Editor: Syofiardi