UNICEF dampingi 120 SD di Tanah Papua dalam program literasi

papua
Anak-anak Buper, Kota Jayapura belajar membaca dan menulis. -Jubi/Theo Kelen.

Papua No. 1 News Portal | Jubi

Jayapura, Jubi – UNICEF membuat sejumlah program literasi baca tulis di 120 Sekolah Dasar kelas awal di Provinsi Papua dan Papua Barat untuk meningkatkan kemampuan baca tulis siswa kelas awal yang berada di daerah pedalaman di Tanah Papua,

Read More

Kepala Kantor UNICEF Perwakilan Papua dan Papua Barat Aminuddin Mohammad Ramdan mengatakan 120 SD terdapat di 6 kabupaten di Provinsi Papua dan Papua Barat. Keenamnya adalah  Kabupaten Biak Numfor, Kabupaten Jayapura, Kabupaten Mimika, Kabupaten Jayawijaya, Kabupaten Manokwari, dan Kabupaten Sorong.

“Dari survei kelas awal atau kelas 1-3 SD terhadap 20 sekolah di tiap-tiap kabupaten sebagai sampel menunjukkan hasil kemampuan baca tulis siswa di kelas awal masih jauh sekali bila dibandingkan dengan rata-rata nasional atau di provinsi lain di Indonesia,” katanya.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) 2018 Angka Partisipasi Murni atau APM Papua dan Papua Barat masih berada di bawah angka nasional. Angka APM nasional 98 persen, sedangkan Papua 79 persen dan Papua Barat 94 persen.

BACA JUGA: Perlu perda tentang program literasi di tingkat kabupaten dan kota di Papua

Ramdan mengatakan pada saat ‘baseline study’ atau survei awal pada 2015 menunjukkan hasil 50 persen siswa di kelas awal yang berada di daerah pinggiran dan pendalaman di Tanah Papua tidak dapat membaca dan menulis.

“Jadi dari rata-rata data itu hampir setengah bahkan beberapa daerah itu lebih dari setengah siswa di kelas awal itu belum bisa membaca sama sekali,” ujarnya.

Penyebabnya, kata Ramdan, yang paling utama memang keterbatasan konektivitas akses jalan, terutama di wilayah pinggiran dan terpencil di Provinsi Papua dan Papua Barat yang mengakibatkan tingginya ketidakhadiran guru. Ada sekolah yang  terkadang hanya bisa dilalui menggunakan mobil, seperti Hilux dan Fortuner, memakai speedboat dan bahkan helikopter yang membutuhkan biaya besar.

“Jadi biaya untuk penyelenggaraan pendidikan juga tidak mudah untuk dialokasikan untuk wilayah Papua dan Papua Barat,” katanya.

Selain itu, kata Ramdan, ketika masa pandemi banyak anak-anak tidak mengikuti pelajaran secara reguler, karena terjadi perubahan kehidupan ekonomi keluarga yang terjadi di masa pandemi. Hal semacam ini kemudian mengakibatkan ada potensi anaknya harus keluar dari sekolah untuk membantu keluarga.

“Anak beresiko sekali menjadi putus sekolah dan itu sama sekali tidak kita harapkan ke depannya,” katanya.

Dengan anak tidak melakukan pembelajaran maka mereka otomatis kemudian tidak bisa mendapatkan peluang yang terbaik untuk masa depannya, karena pendidikannya juga tidak terpenuhi secara baik.

Namun, kata Ramdan, setelah dua tahun pelaksanaan program literasi dari UNICEF, hasil evaluasi pada 2017 jumlah siswa tidak bisa membaca berkurang dari 50 persen turun menjadi 27 persen.

Menurutnya hal itu menunjukkan intervensi yang UNICEF lakukan bersama pemerintah Provinsi Papua dan Papua Barat dan masing-masing Dinas Pendidikan di kabupaten dan kota cukup efektif menyasar program peningkatan kemampuan baca tulis siswa di kelas awal.

“Rata-rata terjadi peningkatan sekitar 25 persen. Jadi boleh dibilang anak-anak yang tadi setengahnya tidak bisa baca tulis, sekarang rata-rata di kelas awal hanya seperempat yang belum bisa baca tulis,” ujarnya.

Ramdan mengatakan program literasi kelas awal diselenggarakan dengan pilar kegiatan utama di sekolah dan pemerintah yang didukung oleh masyarakat. Dengan fokus utama meningkatkan kemampuan guru untuk mengajar baca tulis yang terstandar di sekolah-sekolah tersebut.

“Jadi kita melakukan pelatihan-pelatihan di sekolah tersebut untuk meningkatkan kapasitas guru,” ujarnya.

Ramdan mengatakan  guru yang bagus saja tidak cukup mereka harus di dukung dengan sistem yang memadai. UNICEF berkoordinasi dengan Dinas Pendidikan di masing-masing kabupaten untuk meningkatkan sistem pengawasan dan manajemen pengelolaan kelas sesuai dengan kondisi sekolah setempat.

Ramdan mengatakan pemerintah daerah sebenarnya sudah banyak melakukan upaya peningkatan baca tulis, tapi memang itu tidak bisa dilihat hanya menjadi isu sektoral, tapi harus dilihat secara keseluruhan. Misalnya Dinas PUPR pembangunan sarana-prasarana sekolah dan Dinas Pemberdayaan Masyarakat Kampung mengelola anggaran dana desa untuk dialokasikan bagi pendidikan.

Pelaksana Tugas Kepala Dinas Pendidikan, Perpustakaan, dan Arsip Daerah Provinsi Papua  Protasius Lobya mengatakan harus ada peraturan daerah tentang program literasi di kabupaten dan kota di Papua. Supaya ada jaminan anggaran untuk program literasi.(*)

Editor: Syofiardi

Related posts

Leave a Reply