Papua No. 1 News Portal | Jubi
Jayapura, Jubi – Deputi Bidang Politik United Liberation Movement for West Papua atau ULMWP, Erik Walela menyatakan menolak rencana pemerintah pusat untuk memberikan Otonomi Khusus atau Otsus Jilid II bagi Papua. Walela menyatakan Otonomi Khusus Jilid II, ataupun wacana Otsus Plus, tidak akan menyelesaikan masalah Papua.
Hal itu dinyatakan Walela melalui siaran persnya menyikapi rencana diskusi bertemua “Papua: Meluruskan Masa Lalu, Menatap Masa Depan” yang digelar di Hotel Borobudur, Jakarta, pada Senin (29/6/2020) malam. Menurutnya, diskusi itu adalah diskusi kelompok elit politik Jakarta dan Papua yang tidak relevan dengan persoalan rakyat di Papua.
“Kami sebagai lembaga politik perjuangan bangsa West Papua dengan tegas menolak. Kami tahu dan sangat sadar bahwa elit politik Jakarta – Papua, atau kelompok oportunis itu, dengan sadar sedang bermain dan berdansa di atas penderitaan dan tangisan air mata rakyat West Papua yang sudah lama tak terselesaikan,” kata Walela dalam keterangan persnya pada Senin.
Walela menegaskan ULMWP menilai rencana pemerintah pusat menggulirkan Otsus Jilid II bagi Papua bukan solusi yang dibutuhkan Papua. “Kami menyatakan [wacana Otsus Jilid II] itu tidak akan menyeselaikan masalah Papua. Itu hanya memelihara masalah yang ada. dan menambah masalah,” katanya.
Baca juga: ULMWP: Kekerasan rasial di AS mengingatkan kepada kasus rasisme Papua
ULMWP menolak rencana itu, karena sejak 2001 pemerintah pusat tidak memiliki niat baik untuk menjalankan Otsus Papua sebagaimana diatur Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otsus Papua (UU Otsus Papua). “Selama ada Otsus di Papua, telah terjadi pelanggaran hak asasi manusia yang tidak pernah terselesaikan dengan baik. Padahal [pembentukan] Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi serta Peradilan HAM Papua [yang diatur] dalam UU Otsus,” kata Walela.
Walela juga menyoroti UU Otsus Papua yang dinilainya gagal menghentikan diskriminasi serta stigma rasial yang terus dialami orang asli Papua, sebagaimana dialami para mahasiswa Papua di Surabaya pada 16 Agustus 2019.
“Pemerintah Indonesia dan ULMWP adalah anggota Melanesia Sperhead Gorup atau MSG. Maka, masalah tersebut haruslah dibawa ke forum MSG. Sesuai dengan komunike Pacific Island Forum (PIF) dan Resolusi African, Caribbean and Pacific, pemerintah Indonesia harus membuka akses untuk kunjungan Komisi Tinggi HAM PBB ke Papua, dan membuka akses bagi jurnalis internasional masuk ke West Papua,” katanya.
Juru bicara Komite Aksi ULMWP, Ice Murib mengatakan persoalan Papua tidak bisa diselesaikan dengan pendekatan kesejahterahan. Apalagi, praktik pelaksanaan Otsus Papua gagal memberikan dampak positif bagi orang asli Papua. “Kami menolak semua bentuk produk undang undang Indonesia di Papua. Bagi kami, kedudukan Indonesia di Papua adalah ilegal, karena orang Papua dipaksakan untuk bergabung NKRI,” katanya.(*)
Editor: Aryo Wisanggeni G