Papua No. 1 News Portal | Jubi
Jakarta, Jubi – Twitter telah menandai kicauan kontroversial Mantan Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad sebagai “mengagungkan kekerasan”. Namun, twit Mahathir, bagian dari utas yang diambil dari unggahan blog terbarunya tetap utuh.
“Twit ini melanggar Aturan Twitter tentang mengagungkan kekerasan. Namun, Twitter telah menentukan bahwa mungkin merupakan kepentingan publik agar twit tetap dapat diakses,” bunyi pemberitahuan di twit tersebut.
Kebijakan twiter itu terkait pernyataan Mahathir yang mengatakan Muslim memiliki hak untuk membunuh jutaan orang Prancis atas pembantaian di masa lalu, dalam unggahan blog yang kemudian ditautkan ke cuitan Twitter.
Baca juga : Teror di Prancis kembali terjadi, kali ini penyerangan di gereja dan konsulat
Pemenggalan guru terkait karikatur Nabi, presiden Prancis tutup masjid
Usai pembunuhan Samuel Paty, giliran Wali Kota Prancis diancam akan dibunuh
Meski mengungkapkan hal itu, Mahathir tidak setuju atas pembunuhan seorang guru Prancis karena menunjukkan kartun Nabi Muhammad. Pernyataan Mahathir muncul setelah teror penyerangan gereja di Prancis, tepatnya di kota Nice, yang menewaskan tiga orang pada Kamis, (29/10/2020) kemarin. Dua korban mengalami luka sayat di leher dan korban ketiga di luar gereja menderita luka tikaman.
Mahathir mendukung kebebasan berekspresi namun hal itu tidak boleh digunakan untuk menghina orang lain. “Karena Anda telah menyalahkan semua Muslim dan agama Muslim atas apa yang dilakukan oleh satu orang yang marah, Muslim berhak menghukum Prancis,” katanya.
Tercatat beberapa negara mayoritas Muslim telah mengecam pernyataan pejabat Prancis, termasuk Presiden Emmanuel Macron, yang membela penggunaan kartun Nabi Muhammad di ruang kelas sekolah Prancis. Karikatur itu dianggap menghujat umat Islam.
Hal ini bermula dari seorang guru Prancis, Samuel Patty, yang menunjukkan kepada murid-muridnya kartun Nabi Muhammad. Aksinya memicu kemarahan seorang pemuda asal Chechnya. Patty lalu dipenggal oleh pemuda tersebut.
Pejabat Prancis mengatakan pembunuhan itu merupakan serangan terhadap nilai inti kebebasan berekspresi Prancis. Presiden Prancis Emmanuel Macron juga mengatakan akan melipatgandakan upaya untuk menghentikan keyakinan Islam radikal yang menumbangkan nilai-nilai sekuler Prancis. (*)
Editor : Edi Faisol