Tuntutan ringan penyerang Novel, Ini kata tim advokasi korban

Papua No. 1 News Portal | Jubi

Jakarta, Jubi – Tim advokasi Novel Baswedan meminta agar hakim tidak larut dalam sandiwara hukum dua terdakwa penyerang penyidik KPK tersebut. Tim advokasi Novel menuntut majelis hakim tidak larut dalam sandiwara hukum.

Read More

“Harus melihat fakta sebenarnya yang menimpa Novel Baswedan,” kata anggota tim advokasi Kurnia Ramadhana, Kamis (11/6/2020) kemarin.

Tercatat Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Jakarta Utara menuntut satu tahun penjara terhadap Ronny Bugis dan Rahmat Kadir Mahulette, selaku dua terdakwa penyerang penyidik KPK Novel Baswedan karena dinilai terbukti melakukan penganiayaan berencana yang mengakibatkan luka-luka berat. Keduanya dinilai terbukti melakukan dakwaan subsider dari pasal 353 ayat (2) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

“Tuntutan ini tidak hanya sangat rendah, tetapi juga memalukan serta tidak berpihak pada korban kejahatan,” kata Kurnia menambahkan.

Baca juga : Jaksa Agung Ambil Alih Kasus Novel Baswedan  

Kasus Novel dan hal -hal yang enggan diselesaikan

Apa lagi, kata Kurnia, serangan brutal kepada penyidik KPK yang telah terlibat banyak dalam upaya pemberantasan korupsi.  Menurut Kurnia, sejak awal Tim Advokasi Novel Baswedan mengemukakan bahwa terdapat banyak kejanggalan dalam persidangan. Pertama, dakwaan jaksa seakan berupaya untuk menafikan fakta kejadian yang sebenarnya, sebab jaksa hanya mendakwa terdakwa dengan Pasal 351 dan Pasal 355 KUHP terkait dengan penganiayaan.

“Padahal kejadian yang menimpa Novel dapat berpotensi untuk menimbulkan akibat buruk, yakni meninggal dunia sehingga Jaksa harus mendakwa dengan menggunakan Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana,”  kata Kurnia menjelaskan.

Selain itu sejumlah saksi yang dianggap penting tidak dihadirkan oleh jaksa di persidangan. Ia menyebutkan setidaknya terdapat tiga orang saksi yang semestinya dapat dihadirkan di persidangan untuk menjelaskan duduk perkara sebenarnya. Ketiganya juga diketahui sudah pernah diperiksa oleh penyidik Polri, Komnas HAM, serta Tim Pencari Fakta bentukan Kepolisian.

“Namun, jaksa seakan hanya menganggap kesaksian mereka tidak memiliki nilai penting dalam perkara ini. Padahal esensi hukum pidana itu adalah untuk menggali kebenaran materiil, sehingga langkah jaksa justru terlihat ingin menutupi fakta kejadian sebenarnya,” katanya. (*)

Editor : Edi Faisol

Related posts

Leave a Reply