Papua No. 1 News Portal | Jubi
Manokwari, Jubi – Teriakan ‘Papua merdeka’ dan pembentangan bendera bintang kejora, warnai aksi tolak otsus di kota Manokwari yang digelar oleh kelompok pro kemerdekaan Papua, Rabu (30/9/2020) bertempat di komplek Fanindi Pantai Manokwari.
Aksi penolakan perpanjangan Otonomi khusus (Otsus) Papua oleh kelompok pro kemerdekaan Papua ini jadi terbatas, setelah aparat gabungan TNI/Polri melakukan pengamanan ketat di sekitar titik aksi.
Meski tak diizinkan melakukan longmarch, namun massa aksi yang dikoordinir oleh Markus Yenu, gubernur West Papua National Authority (WPNA) wilayah III Domberai, diberi ruang untuk menyampaikan alasan penolakan Otsus Jilid II oleh penyelenggara di Papua Barat dan Indonesia.
“19 tahun (2001-2020) berlakunya Otsus di tanah Papua tidak ada manfaat bagi rakyat kecil. Otsus, hanya dinikmati oleh elit politik dan pejabat pemerintahan,” ujar Yenu dalam orasinya.
Penolakan Otsus jilid II, sebut Yenu adalah suara hati (aspirasi) murni rakyat Papua yang tak ingin kembali menderita di atas kesenangan ‘segelintir’ orang yang menikmatinya.
Dia pun menilai, Pemerintah Pusat di Jakarta dan penegak hukumnya, harus mampu mengungkap birokrat pengelola dana Otsus Papua di Provinsi Papua Barat karena triliunan anggaran Otsus tidak terserap sampai ke akar rumput (rakyat kecil), tapi diduga dinikmati oleh kelompok elit.
“Pemerintah RI dan aparat hukumnya harus mampu melakukan audit total terhadap penggunaan dana Otsus Papua di Papua Barat yang rawan [dikorupsi].Tangkap pejabat Papua yang korupsi uang Otsus, dan setop perpanjang Otsus karena itu bukan permintaan rakyat,” kata Yenu.
Sementara, Wilson Wader, mantan Tapol Papua di Manokwari, menyatakan tidak ada masa depan bagi Papua selama masih berada dalam bingkai NKRI.
Bagi Wilson, sampai kapan pun, Papua tidak bisa di-Indonesiakan, karena sejumlah faktor yang melatarbelakanginya.
“Kesempatan ini saya mau sampaikan, bahwa ras kita berbeda, latar belakang sejarah pun berbeda antara Papua dan Indonesia, sehingga akan selalu ada beda pandangan” ujar Wilson dalam orasinya.
Dia pun menyampaikan bahwa sejarah New York Agreement kala itu (15 Agustus 1962) tidak mengakomodir hak Politik Orang Papua termasuk di dalam Roma Agreement (30 September 1962).
“Aksi hari ini juga sebagai bentuk peringatan terhadap 58 tahun Perjanjian Roma (Roma Agreement) yang disepakati tanpa pelibatan orang Papua,” ujar Wader.
Sedangkan, Kepala Bagian Operasional (kabag ops) Polres Manokwari, AKP Edward Pandjaitan, mengatakan pembatasan aksi tolak Otsus tersebut, bukan bagian dari pembungkaman hak demokrasi warga, namun situasi pandemi Covid-19 tak mengizinkan adanya kegiatan yang mengumpulkan orang dalam jumlah besar.
“Kami minta aksi ini segera disetop, karena sudah ada Instruksi Presiden dan Maklumat Kapolri untuk pendisiplinan protokol kesehatan di masa pandemi korona,” kata Edward.
Setelah dilakukan negosiasi, massa aksi pun menggelar doa bersama dan kembali membubarkan diri. (*)
Editor: Edho Sinaga