Dampak pengejaran menimbulkan masyarakat Papua tidak mendapatkan pelayanan dari pemerintah dalam semua aspek kehidupan.
Papua No. 1 News Portal | Jubi
Jayapura, Jubi – Senator Papua Herlina Murib, meminta agar aparat TNI-Polri yang sedang melakukan penyisiran pengejaran terhadap Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPN-PB) dihentikan. Ia menilai pengejaran terhadap TPN-PB menjadikan masyarakat kecil tidak bisa merayakan Natal dengan aman dan damai.
“Bagaimana masyarakat mau merayakan Natal dengan aman dan damai. Sementara aparat keamanan masih mengejar TPN-PB,” kata Herlina Murib, Selasa (24/12/2109).
Baca juga : ULMWP : Pertemuan hanya akan terwujud jika pasukan TNI Polri ditarik dari Tanah Papua
MRP desak TNI Polri tarik pasukan dari Nduga
Senator Papua tuding TNI Polri melakukan pembohongan publik
Menurut dia, masyarakat ingin merayakan Natal dengan aman, damai, tentram sebagaimana biasa. “Agar sukacita Natal bisa dirasakan oleh masyarakat,” kata Murib menambahkan.
Murib meminta kepada Presiden Republik Indonesia segera menarik semua pasukan TNI dan Polri yang ada di Intan Jaya, Puncak, Yahukimo. Agar masyarakat bisa menikmati momentum Natal dengan aman.
“Jika aparat dibiarkan begitu saja. Maka masyarakat Papua akan merasakan trauma yang berkepanjangan,” kata Murib menjelaskan.
Dampak pengejaran menimbulkan masyarakat Papua tidak mendapatkan pelayanan dari pemerintah dalam semua aspek kehidupan. Hal itu menjadi alasan dia apapun konsekuensinya pemerintah wajib tarik militer dari daerah-daerah yang yang dianggap daerah potensi konflik.
“Sangat disayangkan kami melakukan Natal diatas penderitan masyarakat Papua. Saya harap agar pemerintah mampu menjawab tangisan masyarakat Papua,” katanya.
Aktivis Pemuda Benyamin Gurik mengatakan konflik TNI Polri dengan TPN-PB menimbulkan persoalan HAM di Papua yang tak kunjung usai. “Oleh sebab itu saya usul konkrit agar, pemerintah pusat segera merubah pendekatan penyelesaian konflik Papua dengan pola non kekerasan,” kata Gurik.
Menurut dia, keberadaan militer justru menambah pelanggaran HAM bagi orang asli Papua. Hal itu justru akan memper buruk citra pemerintah Indonesia di dunia internasional. (*)
Editor : Edi Faisol