Papua No. 1 News Portal | Jubi
Jayapura, Jubi – Tim Solidaritas Peduli Konflik Nduga atau TSPKN akan mengadvokasi warga sipil Kabupaten Nduga, Papua, yang mengungsi demi menghindari konflik bersenjata antara pasukan gabungan TNI/Polri dengan kelompok bersenjata Egianus Kogoya. Advokasi terhadap para pengungsi yang kini terisolasi di Nduga itu akan melibatkan Sinode GKI di Tanah Papua, Sinode Kingmi Papua, dan berbagai organisasi masyarakat sipil di Papua.
Aktivis Kontras Papua, Sem Awom mengatakan advokasi itu akan dilakukan untuk mengetahui kondisi para pengungsi Nduga yang telah mengungsi dan hidup terisolasi sejak Desember 2018. “Advokasi [terhadap para warga sipil Nduga yang mengungsi itu] akan melibatkan, ALDP, ELSHAM Papua, KPKC, Sinode GKI di Tanah Papua, Pasifika, Sinode Kingmi Papua, Walhi Papua, Yali Papua, Foker LSM, PAHAM, Papuan Voice, Garda Papua, FIM, SEPAHAM, Tim Relawan Nduga, BUK, YKKMP, yang ada di tanah Papua,” kata Sem Awom di Jayapura, Kamis (18/7/2019).
Pasca pembunuhan pekerja PT Istaka Karya pada 2 Desember 2018, pasukan gabungan TNI/Polri mengejar kelompok bersenjata yang dipimpin Egianus Kogoya. Ribuan warga sipil Nduga mengungsi demi menghindari konflik bersenjata itu, dan sebagian diantaranya berhasil mengungsi ke Kabupaten Lanny Jaya, Kabupaten Jayawijaya, dan Kabupaten Mimika. Di sana, para pengungsi hidup dengan berbagai keterbatasan, dan kesulitan mendapatkan pelayanan kesehatan maupun pendidikan.
Akan tetapi, nasib para pengungsi Nduga yang berada di sejumlah kabupaten tetangga itu masih lebih baik dibandingkan nasib para pengungsi Nduga yang bertahan di Kabupaten Nduga. Demi menghindari konflik bersenjata di sana, para warga sipil itu harus mengungsi ke lokasi yang jauh dan sulit dijangkau, dan terisolasi, serta mengalami situasi yang lebih buruk dibandingkan saudara-saudara mereka yang mengungsi ke kabupaten tetangganya.
Sem Awom mengatakan, persoalan Nduga ini persoalan besar yang sedang terjadi di depan mata, mengingat riban warga sipil Nduga telah mengungsi dan terisolasi selama tujuh bulan. “Tim [advokasi] akan melakukan kajian, dan investigasi yang independen terkait dengan kasus Nduga yang terjadi akhir tahun 2018,”katanya.
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Papua Laurenzus Kadepa mengatakan, pihaknya sudah melakukan pertemuan dengan sejumlah pemangku kepentingan, termasuk Gubernur Papua. “Kita tidak diam, waktu terjadi perang, kita sudah berkomunikasi dengan Pemerintah Provinsi Papua agar mereka bersurat kepada Presiden. Sayangnya [pemerintah pusat] ini [memberi penilaian dan pandangan berbeda atas kerja kami itu. Akibatnya [persoalan pengungsi Nduga berlarut-larut] sampai sekarang,” kata Kadepa.
Kadepa mengingatkan masalah pengungsi Nduga adalah masalah kemanusiaan yang harus dilepaskan dari bias politik untuk mendukung salah satu pihak yang bertikai dalam konflik bersenjata antara aparat keamanan dan kelompok bersenjata itu. “Urusan TPNPB dan militer [Indonesia] itu urusan mereka. Akan tetapi, kami berbicara atas dasar nilai kemanusiaan [bagi para warga sipil Nduga],” kata Kadepa.(*)
Editor: Aryo Wisanggeni G