Papua No. 1 News Portal | Jubi
Jayapura, Jubi – Tim Advokat untuk Orang Asli Papua, Sugeng Teguh Santoso meminta Kepolisian Daerah atau Polda Papua tidak mengintervensi pengadilan dan menghargai hukum. Pernyataan itu disampaikan Sugeng menanggapi permintaan Kepala Bidang Humas Polda Papua kepada Komisi Yudisial untuk mengecek proses hukum 18 terdakwa kasus amuk massa 29 Agustus 2019 dikeluarkan dari tahanan.
Pada 31 Januari 2020, salah satu media daring memberitakan pernyataan Kepala Bidang Humas Polda Papua, Kombes AM Kamal yang menyatakan kecewa 18 terdakwa kasus amuk massa 29 Agustus 2019 harus dikeluarkan dari tahanan karena masa penahanan mereka habis sebelum vonis dijatuhkan. Dalam pemberitaan itu, Kamal meminta Komisi Yudisial mengecek proses persidangan kasus 18 terdakwa itu.
Sugeng menegaskan 18 kliennya dikeluarkan dari tahanan karena masa penahanan mereka telah habis dan tidak bisa diperpanjang lagi. “Masa penahanan terdakwa adalah kewenangan Pengadilan Negeri Jayapura. Apabila jangka waktu penahanan berakhir, terdakwa harus dikeluarkan dari tahanan demi hukum. Itu sesuai Pasal 26 ayat (1) dan ayat (3) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana,” kata Sugeng dalam siaran pers yang diterima Jubi pada Senin (3/2/2020).
Sugeng menyatakan permintaan Kamal kepada Komisi Yudisial untuk mengecek proses hukum di Pengadilan Negeri Jayapura adalah intervensi terhadap lembaga peradilan. “Pelepasan para terdakwa sesuai hukum dan hak asasi manusia. Pihak kepolisian seharusnya menghormati proses hukum, bukan memberikan pernyataan yang bertentangan dengan Hukum Acara Pidana,” katanya.
Sugeng menyebut pernyataan Polda Papua itu semakin menunjukkan adanya kepentingan lain selain daripada kepentingan polisi menjalankan tugas pokoknya sebagai penyidik. Ia mengingatkan kewenangan Polda Papua melakukan penahanan untuk urusan penyidikan sudah selesai saat perkara dilimpahkan ke Kejaksaan. “Sinyalemen ini sudah kami duga jauh sebelumnya, yaitu dimana penahanan para terdakwa sejak saat penuntutan dipaksakan di rutan Polda”, katanya.
Anggota Tim Advokat untuk Orang Asli Papua, Frederika Korain menyatakan penahanan yang melampaui batas waktu penahanan bukan satu-satunya masalah yang muncul dalam proses pembelaan terhadap para kliennya. “[Ada] terdakwa [yang] mengalami kekerasan fisik dan verbal, ancaman dan intimidasi selama proses pemeriksaan ditingkat penyidikan, maka Tim Advokat untuk Orang Asli Papua akan mengajukan pengaduan di Komisi III DPR RI dan Propam Mabes Polri,” katanya.(*)
Editor: Aryo Wisanggeni G