Papua No. 1 News Portal | Jubi
“Kota Jayapura hanya seluas 950,38 km2. Ledakan penduduk di kota dengan lima distrik ini, membuat masyarakat lebih memilih untuk membangun rumah di Kabupaten Jayapura. Lahan di Kabupaten Jayapura dianggap masih luas untuk dibuat perumahan. Penduduk kabupaten ini sebanyak 125. 975 jiwa; dengan rincian pria 66.307 dan 59.668 jiwa pada tahun 2017”
Pemerintah Kota dan Kabupaten Jayapura diminta untuk merevisi kembali tata ruang dan wilayah kota, sebab tata ruang dinilai berubah tiap tahun. Jumlah perumahan, perkantoran, sekolah hingga kendaraan yang masuk di Kota Jayapura mulai meningkat.
Kehadiran perumahan tidak terlepas dari kedatangan manusia dari luar Jayapura dengan tujuan yang berbeda. Penduduk pun bertambah.
Menurut Badan Pusat Satistik (BPS 2018), penduduk Kota Jayapura tahun 2017 sebanyak 293.690 jiwa. Penduduk sebanyak itu dominasi usia produktif (16-64 tahun) dengan total 202.672 jiwa, sedangkan penduduk berusia 0-14 tahun dan usia lebih dari 65 tahun sebanyak 91.018 jiwa. Distrik Jayapura Selatan merupakan daerah dengan penduduk terpadat dan Muara Tami terendah.
Kota Jayapura sebagai pusat pemerintahan Provinsi Papua. Selain itu, mahasiswa dan pelajar, serta pencari kerja dari daerah lain juga ramai-ramai ke Kota Jayapura.
Jumlah arus balik melalui laut menurut catatan PT Pelni Jayapura sebanyak 3.200 orang dalam dua kapal, yaitu KM Ciremai dan KM Labobar.
Kota Jayapura hanya seluas 950,38 km2. Ledakan penduduk di kota dengan lima distrik ini, membuat masyarakat lebih memilih untuk membangun rumah di Kabupaten Jayapura.
Lahan di Kabupaten Jayapura dianggap masih luas untuk dibuat perumahan. Penduduk kabupaten ini sebanyak 125. 975 jiwa; dengan rincian pria 66.307 dan 59.668 jiwa pada tahun 2017. Meski belum ada data pasti, investasi perumahan kian meningkat di daerah itu, terutama di kawasan Doyo.
“Pemerintah Kota dan Kabupaten Jayapura (harus) berpikir untuk merevisi tata ruang. Karena Jayapura mulai padat penduduk,” kata dosen Geografi Universitas Cenderawasih, Yehuda Hamokwarong, saat dihubungi Jubi di Jayapura, Selasa, 25 Juni 2019.
Menurut dia, Pemerintah Kota dan Kabupaten Jayapura baru memikirkan kantor-kantor, seperti ke Distrik Ebungfauw untuk Kabupaten Jayapura dan Koya Koso, Distrik Muara Tami untuk Kota Jayapura.
Konsekuensi logis dari pemindahan tersebut, kata Yehuda, berdampak pada kepadatan penduduk dan kerusakan lingkungan.
Kawasan cagar alam Cycloop dan penyangga menjadi sasaran perkembangan kota. Padahal Pegunungan Cycloop merupakan kawasan penyedia air bagi Kota dan Kabupaten Jayapura. Jika ingin menyelamatkan Cycliop, katanya, maka tata ruang wilayah kota dan kabupaten harus direvisi.
“Pemerintah pikirkan kota Jayapura menjadikan pusat bisnis dan pusat pemerintahan dipindahkan,” katanya.
Dia melanjutkan dampak lain dari perkembangan tersebut adalah, developer bakal mengembangkan sayap investasinya dengan merambah hutan Cycloop, untuk membangun perumahan dan vila atau hotel. Hingga 2018, persebaran hotel di Kota Jayapura sebanyak 58 dan 23 hotel di Kabupaten Jayapura.
Hamokwarong bahkan mempertanyakan analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) dari UKL dan UPK di Kabupaten Jayapura untuk membangun perumahan.
“Pengalaman banjir kemarin banyak yang kena dampak adalah orang-orang yang berada di bantaran sungai,” katanya.
Dia pun menganjurkan agar tata ruang kota di dua wilayah ini direvisi.
“Jika belum revisi tata ruang maka jangan heran kawasan yang diangkap melindungi kawasan itu akan rusak. Karena Teluk Youtefa sudah ada jembatan merah maka beberapa tahun lagi akan ada hotel dan vila mewah, maka Teluk Youtefa secara tidak langsung akan hilang,” katanya.
Kepala PELNI Jayapura, Harianto Sembiring, mengatakan dalam sehari orang yang menggunakan jasa kapal sebanyak 600 orang.
Namun dalam arus mudik balik kali ini sudah mencapai 3.200 orang dalam dua kapal menuju Jayapura. (*)
Editor: Timo Marten