TERVERIFIKASI FAKTUAL OLEH DEWAN PERS NO: 285/Terverifikasi/K/V/2018

TAPOL: 20 warga tewas dalam berbagai pembubaran demo anti-rasisme Papua

Kebebasan Berekspresi di Papua
TAPOL, organisasi non pemerintah yang mengampanyekan hak asasi manusia, perdamaian dan demokrasi di Indonesia, mempublikasikan laporan berjudul West Papua 2019 Freedom of Expression and Freedom of Assembly, Rabu (12/8/2020). - www.tapol.org

Papua No. 1 News Portal | Jubi

Jayapura, Jubi – TAPOL, organisasi non pemerintah yang mengampanyekan hak asasi manusia, perdamaian dan demokrasi di Indonesia, mempublikasikan  laporan berjudul West Papua 2019 Freedom of Expression and Freedom of Assembly, Rabu (12/8/2020). Laporan itu mencatat pada 2019 ada 20 warga yang tewas dalam pembubaran berbagai unjuk rasa anti-rasisme Papua. Selain itu, lebih dari 1.500 warga ditangkap dalam unjuk rasa atau rapat soal Papua.

Dalam keterangan pers tertulis yang diterima Jubi pada Rabu, TAPOL menyatakan pada 2019 lalu aparat keamanan membubarkan berbagai unjuk rasa damai soal Papua, termasuk berbagai unjuk rasa anti-rasisme yang memprotes kasus rasisme terhadap mahasiswa Papua di Surabaya. “Dalam pembubaran protes yang dilakukan secara paksa, pengunjuk rasa mengalami pemukulan dari kelompok nasionalis atau penyiksaan dari aparat keamanan negara. Sedikitnya 20 orang tewas dalam aksi intervensi langsung oleh polisi untuk membubarkan protes anti-rasisme di West Papua,” tulis TAPOL.

TAPOL menyatakan pengawasan, intimidasi dan pelecehan, pembubaran protes, penyiksaan, penangkapan sewenang-wenang dan pembunuhan di luar hukum terus terjadi di Papua, Papua Barat, maupun Indonesia. TAPOL menyatakan berbagai represi itu terjadi ketika negara mencoba menindak tuntutan Hak Menentukan Nasib Sendiri yang disuarakan orang West Papua.

Baca juga: 7 Tapol Papua bebas, Indonesia diminta benahi penegakan hukum di Papua

“Yang mengkhawatirkan, Pemerintah Indonesia juga menggunakan taktik baru. [Taktik baru itu] seperti menutup akses internet dan serangan siber selama protes anti-rasisme dan kerusuhan yang berpuncak pada ‘West Papua Uprising’ (Gerakan West Papua Melawan) di bulan Agustus dan September 2019,” demikian siaran pers TAPOL.

TAPOL menyataan pasukan keamanan Indonesia menangkap lebih dari 1.500 orang dalam demonstrasi-demonstrasi damai dan pertemuan-pertemuan yang terkait dengan masalah West Papua. “Mayoritas dari penangkapan itu terjadi di West Papua (Provinsi Papua dan Papua Barat) yang berjumlah 1.348 orang,” tulis TAPOL dalam keterangan persnya.

TAPOL mencatat penangkapan massal terbesar terjadi pada September 2019, di mana ada 756 orang di tangkap di Papua maupun Papua Barat. Di luar Tanah Papua, tercatat ada 173 orang yang ditangkap di Bali, Maluku, Maluku Utara, Jawa Timur dan Jawa Barat, Sulawesi Utara, dan Jakarta.

“Pada akhir 2019, 120 orang menjadi terdakwa, dan 86 diantaranya dituduh makar. Penangkapan ini adalah bagian dari taktik polisi dan pihak yang berwenang untuk menindak kegiatan politik terkait dengan penentuan nasib sendiri West Papua,” tulis TAPOL dalam keterangan pers mereka.

Baca juga: Jalani hukuman 11 bulan penjara, Agus Kossay bebas dari Rutan Balikpapan

Menurut TAPOL, berbagai penangkapan intimidasi dan pelecehan pada tahun 2019 menargetkan kelompok aktivis politik seperti Komite Nasional Papua Barat (KNPB), United Liberation Movement for West Papua (ULMWP), Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) dan Front Rakyat Indonesia untuk West Papua (FRI-WP). Padahal, para aktivis organisasi itu adalah kelompok aktivis politik damai. “Kelompok aktivis non-politik seperti aktivis HAM, Dewan Adat Papua, kelompok perempuan, kelompok mahasiswa, petani dan jurnalis juga mengalami berbagai bentuk pelecehan dari aparat negara,” demikian siaran pers TAPOL.

TAPOL mengkhawatirkan penggunaan metode baru untuk membungkam kebebasan berekspresi di Papua, termasuk dengan memblokir akses internet di Papua Barat. “Pemerintah Indonesia beralasan [itu] untuk mencegah penyebaran ‘berita palsu’ atau hoax, namun tujuan sebenarnya adalah untuk mencegah informasi keluar dari West Papua. Meskipun metode ini baru pertama kali dipakai oleh negara di Indonesia, hal ini jelas mengikuti pola pelanggaran kebebasan berekspresi dan berkumpul yang telah terjadi di negara-negara lain.”

TAPOL mendokumentasikan lebih dari 100 kasus insiden pelanggaran kebebasan berekspresi dan kebebasan berkumpul di Tanah Papua sepanjang 2019. Laporan West Papua 2019 Freedom of Expression and Freedom of Assembly Report itu menyoroti pelanggaran-pelanggaran tersebut, dan memberikan rekomendasi kepada Pemerintah Indonesia serta kepada masyarakat internasional untuk memperhatikan situasi kebebasan berekspresi dan berserikat di Indonesia khususnya di West Papua.(*)

Editor: Admin Jubi

Baca Juga

Berita dari Pasifik

Loading...
;

Sign up for our Newsletter

Dapatkan update berita terbaru dari Tabloid Jubi.

Trending

Terkini

JUBI TV

Rekomendasi

Follow Us