Papua No. 1 News Portal | Jubi
Jayapura, Jubi – Udepouya Park merupakan sebuah taman nan asri terletak di perbukitan Dok 8 Atas, Distrik Jayapura, Kota Jayapura. Udepouya Park merupakan pekarangan dari kediaman keluarga Yan Ukago.
Sore itu, Rabu 12 Januari 2022, cuaca di atas langit Kota Jayapura sangat cerah. Diiringi lagu khas Papua yang di bawakan grup “Kaonak Aqustik Papua”, satu per satu tamu udangan berdatangan. Ada para hamba Tuhan, para aktivis hingga jurnalis.
Hari itu ada dua momen perayaan. Pertama peluncuran lembaga penelitian Melanesia dan kedua ulang tahun ke-67 Pendeta Dr. Beny Giay. Mengawali rangkaian acara diawali ibadah singkat dipimpin Pastor Bernadus Bofittwos Baru Osa.
Selanjutnya Pendeta Karel Phil Erari diminta oleh pembawa acara, Natalia Yoku, untuk memberi kesan dan pesan. Erari berkacamata hitam, masih dalam proses penyembuhan setelah menjalani operasi.
Erari mengatakan pada tanggal 16 Desember 2011 hadir di Cikeas, Bogor, istana mantan Presiden Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), para tokoh gereja, masing-masing perwakilan Sinode KINGMI, Baptis, dan GKI di Tanah Papua
“Kami dari Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) mengantar empat tokoh gereja dari Tanah Papua masing-masing, Domine Beny Giay, Socrates Yoman, Pdt. Yemima Krey, dan Pendeta Hans Wanwa,” ucap Phil Erari.
“Setelah itu saya [Phil Erari] memberi pengantar dan pak Beny Giay mulai. Gaya pak Beny Giay khas waktu itu sambil menunjuk-nunjuk kepada Presiden SBY sambil mengatakan Bapak Presiden [SBY] saya mau memberitahu kepada bapak bahwa Indonesia akan membuat Papua merdeka. Ingat. Ini gaya pak pendeta Giat waktu itu. Sambil bicara menunuk-nunjuk muka SBY. Luar biasa,” ucapnya.
Kedua, Socratez Yoman mengatakan kepada SBY “Pak Presiden kalau hari ini dilakukan referendum [penentuan nasib sendiri], maka 120 persen rakyat di Tanah Papua minta merdeka. 100 persen itu kami yang rambut keriting dan kulit hitam dan yang 20 persen itu orang [suku] Batak, orang Jawa, orang Manado, orang Ambon, orang Timor yang tinggal di Tanah Papua dan solider dengan orang asli Papua [OAP].
Dan apa kata Ibu Pendeta Yemima Krey “Pak Presiden, Otonomi Khusus (Otsus) sudah gagal. UP4B juga sudah gagal. Jadi Indonesia sudah gagal urus Papua,”.
Oleh karena itu pendeta Hans Wanma katakan kepada SBY kita mesti dialog.
Inilah dua memori yang disampaikan kepada para generasi muda Papua yang hadir pada peluncuran lembaga penelitian Melanesia berbarengan peringatan hari lahir Domine Beny Giay.
Siapa itu pak Beny Giay, Socratez Yoman, S.P Morin, Ibu Yemima Krey, dan Pendeta Hans Wanma.
Sosok S.P Morin, di mata Karel Phil Erari mengenang waktu itu saat kami masih bersekolah di SMA. Kami naik truk ke Lapangan Mokmer di Biak untuk menyambut kedatangan perwakilan PBB di Tanah Papua, Fernando Ortisanz, sebelum dilakukan Pepera 1963 yang penuh muslihat dan rekayasa.
“Kami antre, begitu Ortisanz lewat tiba-tiba ada yang berteriak “give us at freedom” atau [terjemahan dalam bahasa Indonesia artinya beri kami kebebasan]. Itulah suara S.P Morin,” ucap Erari.
Karel Phil Erari melanjutkan waktu Domine Beny Giay wisuda di Amsterdam, Belanda saat itu dia berada di Jenewa, Swiss. “Saya telepon beliau [Beny Giay] my friend congratulations”.
Sebelum menyampaikan pesan, Phil Erari mengajak semua yang hadir memberikan tribute atau penghormatan dengan mengheningkan cipta sejenak kepada Bishop Desmon Tutu, yang meninggal pada 26 Desember 2021.
“Ya Tuhan di sore ini. Kami berkumpul di tempat ini menaikan doa syukur atas karya dari hambamu [Bishop Desmon Tutu] yang telah berhasil bersama almarhum Nelson Mandela dan sejumlah tokoh telah mengakhiri praktek apartheid di Afrika Selatan. Beliau meninggalkan seorang istri yang duduk di kursi roda. Kami berdoa buat semua yang telah dilakukan. Dalam nama Kristus kami mohon. Amin,”.
Phil Erari mengawali pesan dan mengatakan saudara sekalian saya ada ambil hadiah buat Beny Giay. Dua jenis buah yang bertumbuh di Papua. Nanti secara simbolis saya meminta beberapa orang ke depan untuk menerima buah-buah ini dan sebuah pohon mangga arum manis.
“Kenapa tanaman-tanaman ini saya pilih sebagai hadiah. Karena sesuai tradisi Yahudi kalau orang lahir kita tanam pohon. Kalau orang mati [meninggal] kita juga harus tanam pohon. Dalam setiap iven yang penting kita semua harus tanam pohon,” kata Phil Erari.
Oleh karena itu saya undang staf saya, teman saya, mitra saya Piter Wamea untuk ke depan angkat pohon dan undang pak Domine Beny Giay ke depan, naik ke atas panggung untuk diberikan atau menerima sebuah pohon, mangga arum manis untuk ditanam di rumah. “Dan kalau sudah berbuah jangan lupa kami ya,” ucap Erari sambil berkelakar.
“Mari Domine [Beny Giay] ajak Phil Erari. Tolong momen ini diabadikan video untuk Beny Giay yang lahir 67 tahun yang lalu,”.
Phil Erari melanjutkan ia sudah selesai mengabdi di PGI dan sudah kembali ke habitatnya GKI di Tanah Papua. “Saya akan membuka pusat studi Melanesia di Kampus Universitas Ottouw dan Geissler,” katanya.
“Pusat studi Melanesia yang berbasis budaya dan ekologi di Tanah Papua. Semua bahasa-bahasa di Papua secara khusus bahasa-bahasa utama seperti bahasa Byak, Waropen, Sentani, bahasa Mee, Asmat, maupun bahasa dari Sorong,” katanya penuh semangat.
Menurut Erari bahwa bahasa-bahasa ini akan diajar, baik gramatikal atau sesuai tata bahasa maupun vocabulary atau kosakatanya.
“Saya berpikir bahwa pertemuan kita sore ini begitu sangat romantis. Kenapa? Kita baru saja melewati perayan hari Natal dan Tahun Baru. Tahun baru masih tetap berlangsung tetapi ada mujizat di hari Natal. Apa itu! Maria melahirkan Yesus. Tanpa hubungan sebagai suami-istri antara Maria dan Yusuf. Dan ada ibu lain Elisabet, dia mandul tetapi dia melahirkan Yohanis Pembaptis,” katanya.
Inilah dua mujizat yang selalu saya katakan bahwa setiap kali kita merayakan Natal bahwa ada dua perempuan yang Tuhan pilih. Satu untuk membuka jalan. Dan satu untuk menjadi jalan masuk sorga.
Karena itu Domine Beny Giay, Anda sangat berbahagia di hari ini. Kita bisa bertemu untuk memperingati saat-saat dimana Beny Giay dilahirkan seorang ibu dan bapak dari Suku Mee. Dan kita semua yang hadiri disini [rumah kediaman Yan Ukago] tentu tahu bahwa Tanah Papua saat ini sangat bermasalah.
“Saya sudah telepon kepada Mendagri [Tito Karnavian] teman lama. Pernah menjabat Kapolda Papua dan Kapolri. Saya katakan begini pak Tito “Papua is now in the crossroad atau Papua kekinian berada di persimpangan jalan. Kita mesti cari solusi,” kata Erari.
“Dan kepada Panglima TNI yang baru, Andika Perkasa, saya sudah kirim pesan untuk bersedia berdialog dengan TPNPB OPM. Mereka [TPNPB-OPM] adalah sama dengan GAM di Nanggroe Aceh Darussalam [NAD],” sambungnya.
Stop memberi stigma KKB kepada [TPNPB-OPM] dan yang dianggap teroris. Stop. Harus berdialog dengan TPNPB-OPM. Mereka sama dengan GAM di Aceh.
Nah kita berharap, Domine Beny Giay dan Pak Dorman Wandikbo, Presiden GIDI di Tanah Papua maupun pak Socratez Yoman dengan Pak Mofu, ketua Sinode GKI di Tanah Papua. Baik dewan Gereja Papua maupun Dewan Adat, kita akan berbicara untuk mencari solusi terbaik bagi Tanah Papua..
“Kita harus mengakhiri semua. Stop membunuh. Stop membunuh orang Papua. Orang asli Papua juga tidak perlu atau tidak boleh membunuh orang-orang amber [non Papua]. Stop, cukup sudah,” tegas Erari.
Phil Erari menyebut Papua butuh dua hal. Apa itu? Papua membutuhkan keadilan dan perdamaian. “Kita butuh keadilan dan perdamaian”.
Phil Erari menginformasikan bahwa saat ini ia sedang menyelesaikan sebuah buku dan berkenan meminta Domine Beny Giay sebagai salah seorang untuk membuat kata sambutan.
Buku karya Phil Erari itu berjudul “Anak Empat Jaman”. Pada cover buku ini akan dipasang bendera Belanda, bendera Papua, bendera Untea/PBB dan bendera Merah Putih.
Pada salah satu bab, yakni bak kedua akan mengulas atau menulis tentang antara Presiden Habibie sampai Joko Widodo. Secara khusus presiden Gusdur yang telah memberi dua amanat. Amanat yang satu sudah.
Atas nama Papua. Beliau sudah datang pada 1 Januari 2000 di Angkasa, Kota Jayapura menyambut metahari terbit. Gusdur mengembalikan nama Papua dari Irian Jaya.
Amanat yang satu belum. Apa itu. Bendera Papua (Bintang Kejora) supaya berkibar disamping merah putih. “Dong dua [Bintang Kejora dan Merah Putih] berkibar sama-sama,” katanya.
Dan hal ini kata Erari yang nanti menjadi salah satu agenda untuk disampaikan kepada Jokowi untuk keluarkan Perpres merealisasi amanat Gusdur yang diatur dalam Otonomi Khusus.
Bendera Papua berkibar di samping Merah Putih. Sebagai sebuah terobosan untuk orang Papua dihargai mereka punya bendera dan yang sudah pernah berkibar pada 1 Desember 1961 sampai 1 Mei 1963.
Mengakhiri pesan dan kesan, Erari menegaskan “Satu hal penting saudara sekalian saya kira masih banyak hal yang mau saya sampaikan tetapi yang terakhir saya ingin sampaikan pesan dari Presiden World Communion of Reformed Churches (WCRC) atau Persekutuan Gereja-gereja Reformed se-Dunia, Pendeta Najla Kassab,”.
“Dia ibu dari seorang yang berasal dari Sierra-Libanon. Beliau berkirim pesan kepada GKI di Tanah Papua dan menyampaikan bahwa Dia [Pendeta Najla Kassab] akan datang menghadiri sidang Sinode GKI di Waropen 2022. Dan dia mengingatkan tiga hal,” katanya.
Tapi saya cukup memberitahu dua hal. Hal pertama adalah bahwa dalam Sidang Raya Aliansi Gereja-gereja Reformed se-Dunia (WARC) di Acra, pada 2004. WARC sudah mengeluarkan rekomendasi bahwa hak untuk menentukan nasib sendiri, Papua dan Thailand.
“Ibu pendeta Yemima Krey itu menjadi saksi. Waktu itu ketua Sinode GKI di Tanah Papua dijabat oleh almarhum Pendeta Corinus Berotabui,” tegas Erari.
Dan beliau [Pendeta Najla Kassab] ingatkan GKI bahwa sampaikan bahwa rekomendasi itu [hal penentuan nasib sendiri] akan disampaikan pada sidang raya Aliansi Gereja-gereja Reformed se-Dunia (WARC) yang akan datang.
Yang kedua pesan dari Pendeta Najla Kassab adalah kalau kamu mengasihi Allah dan sesamamu, maka kamu juga harus mengasihi alam sebab alam sudah menderita.
“Karena itu simbol tanam pohon adalah salah satu bagian dari pada cara kita merawat alam. Kita menjaga alam dengan menanam pohon,” kata Erari mengajak semua generasi Papua. (*)
Reporter: Tim Jubi
Editor: Jean Bisay