Tanam pohon dan manipulasi perusahaan kayu di Papua Barat

Aksi penanaman pohon oleh Mahasiswa Unipa Manokwari, memperingati Hari Kehutanan Sedunia 2019. (Jubi/Dokumentasi BEM Unipa)

Manokwari, Jubi – Mahasiswa Universitas Papua (Unipa) di Manokwari melakukan aksi penanaman bibit pohon di sekitar lingkungan kampus dan Taman Wisata Alam (TWA) Gunung Meja. Peringati Hari Kehutanan Sedunia yang jatuh pada 21 Maret 2019.

Aksi tersebut juga diisi dengan mimbar terbuka di lingkungan kampus sembari menyampakan pesan dan ajakan bagi semua pihak di tanah Papua untuk turut serta selamatkan hutan dengan menanam pohon.

Read More

“Kami mau sampaikan kepada semua orang yang datang ke tanah Papua termasuk pemerintah sebagai pemberi izin kepada investor di bidang kehutanan supaya jangan asal tebang pohon di tanah Papua kalau tidak pernah menanam pohon di Papua,” ujar Pilatus Lagowan ketua BEM Unipa Manokwari, Rabu (20/3/2019).

Dikatakan Pilatus, ajakan menanam pohon merupakan agenda penghijauan dunia (go green), sehingga melalui momentum hari kehutanan sedunia, Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Unipa, Sylva, Fakultas Kehutanan Unipa dan LSM Komari satukan konsep untuk terus mengkampanyekan penanaman pohon di wilayah Papua dan Papua Barat.

“Menanam pohon tidak hanya sekedar ditanam, lalu kita tinggalkan begitu saja untuk besar sendiri, tapi setelah ditanam pohon perlu dirawat dan dijaga agar tetap tumbuh, karena fungsi pohon yang kita tanam hari ini sangat besar bagi kelangsungan hidup Manusia di generai berikut,” tuturnya.

Dia juga mengkritisi aktivitas penebangan pohon, perusakan lingkungan, dan eksploitasi besar-besaran yang saat ini secara legal maupun illegal dan massif di atas tanah Papua dengan dalih kepentingan pembangunan.

Tentunya kata dia, itu turut memberikan ancaman. Apalagi jika tidak diimbangi dengan penanaman kembali (reboisiasi). Bahkan, kata Pilatus, Provinsi Papua Barat harus menjadi motor penggerak menanam pohon karena berkaitan dengan provinsi konservasi.

“Kita tanam pohon hari ini, berarti kita turut menyelamatkan umat manusia di bumi. Pemerintah Papua Barat harus jadi motor penggerak bagi tanah Papua dan Indonesia untuk budaya menanam pohon, karena Papua Barat telah dicanangkan sebagai provinsi konservasi,” ujarnya.

Adapun jenis dan jumlah bibit pohon yang ditanam dalam aksi tersebut di antaranya, 200 bibit Mahoni (Sweetenia Macrophylla), 200 bibit Merbau (Intsia Bijuga), 250 bibit Matoa (Pometia Coreacea), 300 bibit Nyatoh (Palaqium Amboinensis), 200 bibit Pucuk Merah dan 200 bibit Trembesi.

Terpisah, Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Papua Barat, Hendrik Runaweri dalam wawancara bersama Jubi belum lama ini mengungkapkan, manipulasi dokumen dan laporan muatan kayu oleh pihak perusahaan yang berinvestasi di Papua Barat masih terus terjadi.

Penegakan hukum di bidang kehutanan juga terkesan tumpul. Situasi inipun menjadi dilema bagi Dinas Kehutanan Papua Barat sebagai instansi teknis Pemerintah yang bertanggungjawab.

Runaweri juga mengakui bahwa sejak berlakunya sistem pelaporan online SVLK (sistem verifikasi legalitas kayu), menjadi peluang bagi perusahaan nakal untuk memanipulasi dokumen pelaporan. Pasalnya, operator sistem tersebut ada di Kementerian Kehutanan Jakarta, sehingga pengawasan teknis ke lapangan tidak dilakukan.

“Ini salah satu faktor penyebab kecurangan, bahwa sistem verifikasi legalitas kayu sudah beberapa kali jebol karena dipalsukan oleh pihak perusahaan. Tapi masih tetap dipertahankan, sebenarnya ini harus segera dievaluasi.

Contohnya, di dalam dokumen tertulis kayu bulat, padahal itu adalah kayu olahan milik masyarakat. Ini beberapa kali terjadi di Kaimana, Bintuni dan Sorong. Itu berarti, sistem verifikasi online itu ada kekurangannya,” ujar Runaweri, (*).

Editor: Syam Terrajana

 

Related posts

Leave a Reply