Papua No. 1 News Portal I Jubi,
Jakarta, Jubi – Tambang batu bara disebut menjadi penyebab banjir yang melanda lima desa di Sangatta, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur. Tercatat banjir yang melanda sejak Sabtu (19/3/2022) lalu belum sepenuhnya surut pada Senin (21/3/2022).
“Gara-gara ini pula ribuan warga harus diungsikan dari rumahnya karena genangan air terus meninggi. Bahkan ada korban jiwa bernama Suriyati,” ujar Dinamisator Jaringan advokasi tambang (Jatam) Kaltim, Pradarma Rupang, Senin (21/3/20022).
Baca juga : Ribuan hektare hutan di Aceh rusak akibat tambang emas ilegal
Walhi sebut tambang emas di aceh ancam bencana ekologi
Banjir Kalsel Walhi Jokowi harus berani memanggil korporasi perusak lingkungan
Banjir di kawasan itu mengakibatkan ribuan warga mengungsi dan satu orang meninggal dunia dan disebut yang terparah setelah banjir serupa pada 2001 silam. Banjir besar selama tiga hari di Kutai Timur itu diduga akibat aktivitas pembongkaran kawasan hutan serta perbukitan oleh perusahaan batu bara PT Kaltim Prima Coal (KPC).
Dari data yang diterima Jatam, selama banjir tiga hari sejak 19 hingga 21 Maret sebanyak 366 bangunan terendam banjir dan 16.896 warga terdampak. Para warga yang terdampak ini berasal dari dua kawasan yakni Kecamatan Sangatta Utara dan Kecamatan Sangatta Selatan.
Rupang menuturkan, jumlah warga yang terdampak akibat genangan banjir diperkirakan terus bertambah, mengingat luas serta tingginya permukaan air hingga mencapai ketinggian leher orang dewasa.
Sedangkan Wilayah paling parah berada di Kecamatan Sangatta Selatan tepatnya di tiga desa yakni Desa Sangatta Selatan, Pinang Raya dan Singa Geweh.
“Laporan terakhir yang kami terima, hingga kini pusat kota dan jalan raya masih terendam air hingga setinggi paha orang dewasa,” kata Rupang menjelaskan.
Menurut dia, daya rusak banjir kali ini di Kutai Timur jauh lebih besar dan paling parah sepanjang 20 tahun terakhir. Hujan yang mengguyur selama dua hari menunjukkan potret rapuhnya dua kecamatan Sangatta Utara dan Sangatta Selatan dari bahaya banjir.
“Rapuhnya kawasan ini bukan tanpa sebab. Banjir yang saat ini berlangsung disebabkan oleh pembukaan hutan dan berganti menjadi tambang skala besar di wilayah hulu sungai Sangatta,” katanya.
Rupang menyebut PT KPC merupakan perusahaan batu bara raksasa, perusahaan itu memperoleh kontrak karya dari pemerintah sejak 1982 silam. Dengan kata lain, sudah 39 tahun KPC mengeruk bumi Kutai Timur.
Luasan konsesi yang dimiliki ketika itu ialah 90.938 hektare dan terbaru pada 2022, luasan konsesi korporasi ini menciut menjadi 61.543 ha.
“Setiap tahunnya KPC memproduksi batu bara sebanyak 60 juta metrik ton dan 75 persen hasil produksinya di ekspor ke luar negeri,” kata Rupang menegaskan.
Manager External Relation PT KPC, Yordhen Ampung membantah tudingan aktivitas tambang lembaganya menjadi penyebab banjir. Ia mengatakan banjir yang terjadi di sejumlah kawasan Sangatta akibat curah hujan sangat tinggi.
“Jadi tidak benar kalau banjir yang terjadi dikarenakan KPC,” Ampung.
Ia mengatakan banjir yang terjadi di Sangatta Utara, Sangatta Selatan dan Bengalon bisa menjadi bukti karena terjadi dalam waktu yang bersamaan.
“Bahkan, daerah yang tidak ada kaitannya sama sekali dengan area tambang KPC seperti Kecamatan Karangan dan Telen juga banjir,” katanya. (*)
CNN Indonesia
Editor : Edi Faisol