Papua No. 1 News Portal | Jubi
Jayapura, Jubi – Upacara adat bakar batu sebagai simbol perdamaian untuk meredam konflik horizontal pasca demo berujung rusuh di Papua yang digelar di lapangan Hawai, distrik Sentani Timur, Kabupaten Jayapura dinilai tidak menyelesaikan konflik. Pasalnya dalam acara bakar batu itu tak ada korban yang dihadirkan.
Alius Asso, mewakili mahasiswa Jayawijaya kota studi Jayapura menilai acara bakar batu tersebut bukan solusi untuk menyelesaikan akar persoalan yang terjadi akhir-akhir ini di tanah Papua.
“Acara bakar batu yang digelar lalu itu yang mau didamaikan siapa? Atau hanya makan-makan saja terus masalah selesai, itu salah besar,” kata Alius, Selasa, (10/9/2019).
Ia menjelaskan, tidak semua acara bakar batu itu bisa dikategorikan sebagai simbol perdamaian. Ada aturan dalam prosesi tersebut, terutama pihak yang bertikai dilibatkan dan bersama-sama bersepakat untuk berdamai.
“Kita bilang damai tapi bagaimana dengan nasib teman-teman kami yang ditahan? Bagaimana solusi penyelesaian dari masalah ini terutama nasib korban masyarakat sipil ini akan diapakan? Atau hanya dibiarkan begitu saja,” katanya.
Ia juga mempertanyakan bagaimana nasib warga Papua yang hingga kini masih trauma teruma para mahasiswa yang berada di sejumlah kota studi.
“Beberapa pihak mendesak kami untuk terlibat dalam setingan itu untuk ikut acara bakar batu namun kami menolak karena kami tidak mau masuk dalam skenario mereka yang memanfaatkan kami dan kami dengan tegas menolak itu,” kata Alius.
Sementara itu perwakilan Organisasi Kepemudaan (OKP) di kota Jayapura, yakni Ketua GMKI Cabang Kota Jayapura Victor Tibul mengatakan, selama negara dan pihak keamanan tidak bersikap adil terutama kepada orang asli Papua. Menurutnya persoalan ini tak bisa selesai hanya dengan permintaan maaf dan bakar batu.
“Kami tolak upaya perdamaian tanpa melibatkan para korban. Perdamaian yang mereka lakukan lalu, hanya di antara pihak elit (bukan korban) tanpa melibatkan korban karena merekalah yang terkena dampak,” katanya. (*)
Editor: Edho Sinaga