Papua No.1 News Portal | Jubi
Jakarta, Jubi – Bekas tahanan politik (Tapol) Papua, Surya Anta menceritakan rumitnya birokrasi bagi para narapidana untuk mendapatkan haknya seperti mengajukan proses pembebasan bersyarat dan asimilasi. Kisah itu diceritakan saat masih mendekam di Rumah Tahanan (Rutan) Salemba, Jakarta sejak Agustus 2019 lalu.
“Masalah bebas asimilasi napi kriminal juga dibuat ribet. Kajari dan pengadilan negeri sering menunda surat vonis turun. Bahkan, ada Napi yang sidah lama vonis tak nerima-nerima surat Vonis,” kata Surya Anta dalam akun media sosial Twitter resminya @Suryaanta.
Baca juga : Mantan tapol Papua berharap tidak ada lagi korban rasisme ditangkap
Mantan Tapol Papua, Alexander Nekenem Mengalami Benjolan Pada Leher Kiri
Mantan Tapol Papua yang Diberi Grasi oleh Jokowi Dikabarkan Sakit Kritis
Menurut Surya, banyak tahanan yang mengajukan asimilasi namun dipersulit oleh pihak Kejaksaan Negeri dan Pengadilan Negeri. Ia menyatakan kedua insititusi itu kerap menunda penyerahan salinan putusan bagi para narapidana meski sudah lama divonis.
Prosedur penyerahan salinan putusan itu yang lantas berdampak pada sulitnya pihak Rutan memberikan asimilasi kepada para narapidana.
Bahkan, Surya sering mendapatkan informasi dari para narapidana agar terlebih dulu mengeluarkan uang pelicin agar surat vonis cepat diberikan.
Ia menyatakan narapidana kasus narkoba paling banyak kena palak uang pelicin surat vonis tersebut. Uang pelicin itu kerap kali dikeluarkan mulai dari pengurusan justice collaborator, pengajuan cuti bersyarat hingga pembebasan bersyarat.
Surya menyatakan jalur birokrasi yang berbelit plus praktik uang pelicin tersebut membuat narapidana kesulitan memgurus syarat pembebasan bersyaratnya. Akhirnya banyak di antara mereka tak bisa memperoleh hak-haknya dengan baik karena tak memiliki uang.
Kondisi itu pula yang menyebabkan masih banyaknya narapidana yang di tahan di rutan ataupun lapas. Akibatnya kelebihan kapasitas narapidana dalam suatu rutan tak dapat terelakkan lagi.
“Akibatnya ya penjara Over Kapasitas. Siapa yg mampu bayar melulu. Ya hanya pada boslah,” kata Surya.
Surya menjelaskan banyak narapidana yang tak memiliki kecukupan uang akhirmya bersedia menjadi tenaga pendamping (tamping) di rutan atau lapas. Mereka biasanya bertugas secara sukarela di rutan bagian kebersihan atau di bagian dapur untuk membantu pihak Lapas.
Upaya itu mereka lakukan sambil berharap pelbagai persyaratan pengurusan hak-haknya, seperti pengajuan justice collaborator hingga pembebasan bersyarat dipermudah.
“Kalau Napi kere, “Anak Ilang”, hanya bisa berharap dapat Bebas Asimilasi, dapat justice collaborator (JC), Pembebasan bersyarat. Kalau rajin ya daftar jadi Tamping Pramuka, Tamping Dapur, Tamping Kebersihan, yamg gak perlu duit buat jadi Tamping. Sambil berharap dipermudah pengurusan JC hingga Pembebasan Bersyarat,” kata Surya menjelaskan.
CNN Indonesia yang menulis testimoni Surya sudah menghubungi Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung (Kejagung), Hari Setiyono untuk mengonfirmasi. Namun yang bersangkutan belum meresponsnya. Kepala Bagian Humas dan Protokol Ditjen PAS Kemenkumham Rika Aprianti juga belum merespons ketika dihubungi. (*).
CNN Indonesia
Editor : Edi Faisol