Papua No.1 News Portal | Jubi
Jayapura, Jubi – Masalah stunting atau gangguan tumbuh kembali pada anak masih sangat tinggi di Papua, terutama di daerah pedalaman. Untuk menurunkan angka stunting tersebut perlu kerja sama dari semua pihak.
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Papua Robby Kayame mengatakan saat ini kasus stunting di Papua berada pada angka 29,05 persen. Masalah stunting paling tinggi terdapat di daerah pedalaman Papua, seperti Kabupaten Dogiyai, Paniai, Deiyai, Pegunung Bintang, Yalimo, Puncak, dan Jayawiyaja. Misalnya Kabupaten Pegunung Bintang merupakan daerah dengan angka stunting paling tinggi, yakni mencapai 55,04 persen.
“Ini angka yang besar di Papua, data yang dilaporkan petugas di lapangan kepada kami,” kata Robby Kayame dalam acara Talk Show “Potret Masalah Stunting Anak Papua dan Dampak Masa Depan” yang diselenggarakan Tribun-Papua.com pada Senin, 24 Januari 2022.
BACA JUGA: PGRI minta Pemkab Jayapura tidak kontrak tenaga guru dari luar Papua
Menurut Kayame penyebab stunting bukan persoalan ketersedian makanan yang kurang, tetapi perhatian orang tua terhadap asupan gizi anak yang masih kurang karena kesibukan orang tua. Selain itu pemahaman orang tua di daerah-daerah tersebut masih minim akan pentingnya gizi bagi tumbuh kembang anak.
Mama-mama, katanya, sibuk berjualan di kota. Sedangkan bapak-bapak juga pergi ke kota. Anak-anak mereka tinggal di kampung.
“Jadi orang tuanya pagi pergi dan sore kembali sehingga anak-anak mereka di kampung tidak diperhatikan. Banyak orang tua di Papua tidak pikir asupan gizi anak, yang penting kasih pisang goreng saja sudah cukup. Anak-anak juga telat makan, seharusnya siang harus sudah makan malah malam baru makan,” katanya.
Selain itu, kata Kayame, saat dalam kondisi hamil hingga menyusui ibu-ibu tidak mendapatkan asupan makanan yang lengkap. Mereka terkadang hanya mengkomsumsi makanan berupa ubi-ubian dan air putih saja. Masalah lain adalah penyakit malaria yang sering di derita ibu-ibu hamil, juga anak-anak yang juga masih banyak terserang malaria dan cacingan. “Ini yang harus diperhatikan,” ujarnya.
Dinas Kesehatan Provinsi Papua, kata Kayame, terus berupaya menurunkan kasus stunting di Papua. Salah satu caranya melalui program intervensi pengadaan makan gizi dan peningkatan sosialisasi kepada masyarkat akan pentingnya gizi di tingkat puskesmas. Sosialiasi tersebut diutamakankepada ibu-ibu untuk menjaga kesehatan diri dan anak-anaknya.
“Kita kasih pelatihan bagi petugas di kabupaten dan kota tentang promosi kesehatan terkait bagaimana menyampaikan pesan-pesan pentingnya gizi melalui kegiatan posyandu, gereja supaya masyarakat itu menyiapkan makanan-makanan yang bergizi dalam rangka mencegah terjadinya stunting,” katanya.
Kayame berharap para bupati, tokoh adat, dan tokoh agama di kabupaten dan kota dalam membuat sebuah kebijakan harus betul-betul mengangkat kehidupan masyarakat dalam memenuhi asupan makan bergizi bagi keluarga.
Selain itu perlu juga merekrut tenaga kerja yang profesional sehingga mampu menghidupi keluarga karena angka saling ketergantungan hidup masyarakat Papua masih tinggi.
“Ada anak-anak yang sudah besar tapi makan masih mengharapkan dari orang tua,” ujarnya.
Hal yang sama juga disampaikan Dwi Kristanto selaku Nutrition Officer UNICEF Kantor Perwakilan Papua dan Papua Barat. Menurutnya dengan angka stunting di Papua mencapai 29,05 persen itu tergolong tinggi, sebab rata-rata secara nasional sekitar 25 persen.
“Target di 2024 angka stunting berada di 14 persen, maka itu butuh keseriusan untuk menangani masalah stunting ini,” ujarnya.
Menurut Kristanto jika tidak ditangani maka dalam jangka panjang bagi anak-anak yang mengalami stunting akan menimbulkan resiko terjadinya penyakit tidak menular, seperti penyakit jantung, diabetes hingga kanker.
“Kalau kita bicara stunting, kita bukan bicara hanya anaknya itu pendek tetapi dampak ke depannya. Nah, konsekuensi juga terhadap sisi produktivitas anak tersebut,” katanya.
Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Cenderawasih, Samuel Piter Irab mengatakan perlu upaya bersama untuk mengatasi masalah stunting di Papua. Sehingga butuh kerja sama lintas sektoral menurunkan angka stunting di Papua.
“Kalau mengharapkan orang kesehatan saja tidak mungkin menurunkan masalah stunting,” ujarnya. (*)
Editor: Syofiardi