Stop “jual” gelar dan marga adat

Jubi | Portal Berita Tanah Papua No. 1,

Jayapura, Jubi – Anggota Komisi I DPR Papua bidang Pemerintahan, Politik. Hukum dan HAM, Laurenzus Kadepa mengkritisi seringnya pemberian gelar adat dan nama/marga adat suku tertentu kepada seseorang menjelang tahun politik.

Ia meminta agar adat jangan "dijual" demi mendapatkan jabatan, uang dan kepentingan politik. Pemberian gelar dan nama/marga adat bukan bagi-bagi seperti membagi-bagikan uang atau kue.

"Tokoh adat zaman dulu berbeda dengan yang sekarang. Terlihat skali tokoh adat sekarang tidak lagi menjalankan aturan adat yang merupakan hukum tertinggi dikalangan masyarakat adat," kata Kadepa ketika dihubungi Jubi via teleponnya, Senin (6/2/2017).

Ia berharap semua pihak terutama dalam tatanan adat menghormati apa yang disakralkan para leluhur. Hal itu harus dipelihara.

"Semua pihak harus saling menghormati. Jangan karena uang dan kekuasan sehingga menghalalkan segala cara. Itu akan menghancurkan eksistensi adat yang Tuhan berikan kepada setiap suku bangsa tertentu sebagai pijakan hidup," ujarnya.

Dihubungi terpisah, Ketua Dewan Adat Wilayah Meepago, John NR Gobay mengatakan, pemberian gelar dan nama/marga adat tidak sembarangan. Prosesnya cukup panjang. Ada ritual yang harus dilalui.

"Orang yang mendapatkan gelar itu harus benar-benar berkontribusi nyata dalam kehidupan masyarakat adat atau suku yang akan memberikannya gelar. Jadi saya ingatkan para tokoh adat, kepala suku, ondoafi di Papua agar tak seenaknya memberikan gelar adat dan nama adat kepada orang lain," kata John Gobay.

Ia mencontohkan, di Biak sesorang bisa mendapat gelar Mambri kalau dia menyelematkan suku itu ketika ada perang atau lainnya. Atau gelar Tonowi di wilayah Meepago. Seseorang bisa mendapatkan gelar tersebut jika dia memang dermawan, banyak membantu dan mengayomi masyarakat adat.(*)

Related posts

Leave a Reply