Papua No. 1 News Portal | Jubi
Nabire, Jubi – Sidang dengan agenda pemeriksaan saksi meringankan bagi enam terdakwa aksi antirasisme Deiyai 29 Agustus 2019, di antaranya Alex Pakage, Stefanus Goo, Simon Petrus Ukago, Melianus Mote, Juven Pekei, dan Andreas Douw, kembali digelar di Pengadilan Negeri Nabire, Kamis (5/3/2020). Keenam terdakwa dikenai Pasal 2 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1951, tentang Kepemilikan Senjata oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Sidang yang dipimpin oleh Hakim Ketua, Erenst Jannes Ulaen S.H. M.H. menghadirkan dua saksi meringankan yaitu mantan anggota DPRD Deiyai, Alfret Pakage dan Ketua DPRD Deiyai sementara, Petrus Badokapa.
Pakage menerangkan, saat itu ia melihat ada ribuan orang yang berunjukrasa dengan membawa anak panah dan busur. “Saya saksi mata, saya anggota DPRD aktif saat itu. Ini semua terjadi di depan saya. Saat itu kami tidak bisa tahu, karena semuanya memiliki anak panah, apalagi anak panah ini budaya kita. Memiiliki anak panah, menunjukkan laki-laki suku Mee adalah jantan,” kata Pakage.
Menurut keterangan Pakage, saat peristiwa itu terdakwa ada di bagian timur, sedangkan kejadian di belakang kantor Bupati Deiyai di bagian utara.
“Jadi terdakwa ini korban. Korban yang ditangkap ketika mereka merebahkan diri di halaman kantor bupati,” ungkapnya.
Pengacara Hukum (PH) enam terdakwa, Emanuel Gobai mengatakan keterangan saksi menunjukkan bahwa semua dakwaan yang didakwakan itu tidak terbukti.
“Melalui keterangan saksi menunjukkan yang melakukan adalah orang lain, sedangkan yang ditahan adalah orang lain. Jadi mereka yang ditahan ini korban, akhirnya dikriminalisasi. Mereka tidak melukai dan membunuh, tapi ditahan,” ujar Gobai. (*)
Editor: Kristianto Galuwo