Semua pihak diajak cegah peredaran satwa Papua

Penandatanganan komitmen bersama sejumlah stakeholder dalam mencegah peredaran satwa liar di Papua - Jubi/IST
Penandatanganan komitmen bersama sejumlah stakeholder dalam mencegah peredaran satwa liar di Papua – Jubi/IST

Papua No. 1 News Portal | Jubi

Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Papua mengajak semua pihak di Tanah Papua untuk bekerja sama mencegah perdagangan atau peredaran satwa liar Papua.

Read More

Ajakan tersebut tertuang dalam beberapa poin deklarasi bersama tentang pengawasan dan pengendalian peredaran tumbuhan dan satwa liar dilindungi di Provinsi Papua, 25 September 2019, di salah satu hotel di Distrik Abepura, Kota Jayapura.

Pihak-pihak yang berkomitmen dalam penandatanganan komitmen dan kesepakatan bersama adalah Balai Besar KSDA Papua, Kepolisian Daerah Papua, Kodam XVII/Cenderawasih, Lantamal X Jayapura, Lanud Silas Papare, Dinas Kehutanan Provinsi Papua, Balai Gakkum LHK Wilayah Maluku Papua, Balai Karantina Pertanian Kelas I Jayapura, dan Balai Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan Jayapura.

Setidaknya terdapat empat poin kesepakatan bersama dalam deklarasi tersebut, di antaranya:

Pertama, mendukung kegiatan penyadaran dan sosialisasi kepada pemangku kepentingan (stakeholder) tentang peraturan perundang-undangan terkait konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya di Provinsi Papua;

Kedua, meningkatkan koordinasi dan kerja sama dalam melakukan pencegahan dan pemberantasan perdagangan ilegal tumbuhan dan satwa liar di Provinsi Papua;

Ketiga, meningkatkan sinergitas secara kolaboratif dalam pengawasan dan pengendalian peredaran tumbuhan dan satwa liar di Provinsi Papua, dan;

Keempat, menindak tegas pelaku tindak pidana perdagangan ilegal tumbuhan dan satwa liar di Provinsi Papua.

Kepala Balai Besar KSDA Papua, Edward Sembiring, ketika dikonfirmasi Jubi di Jayapura, Minggu (29/9/2019), mengatakan hingga sekarang banyak satwa dilindungi dari Papua yang berada di luar Papua karena perdagangan gelap. Oleh sebab itu, setiap instansi perlu bekerja sama dalam mengatasi persoalan tersebut.

“Poin-poinnya itu sebenarnya, saya berangkat dari 2017, 2018, saya kan (tadinya) kepala balai Gakkum Sumatra. Maka saya mengajak teman-teman aparat, karena banyak oknum yang diduga “bermain” dalam peredaran satwa liar di Papua,” kata Edward Sembiring.

Meski peredaran satwa liar Papua belum diketahui pasti apakah ada bekingan institusi tertentu, dia berharap semua pihak berupaya meminimalisasi dan mencegah aktivitas tersebut.

“Pada intinya (kami) mau mengajak mereka bergandengan tangan. Paling kurang ada budaya malu untuk jaga bersama ciptaan Tuhan di Tanah Papua ini,” ujar Sembiring.

Dia mencontohkan rusa memang dilindungi, terutama di daerah konservasi Taman Nasional Wasur dan Taman Nasional Lorentz.

Peredaran satwa Papua, katanya, sebenarnya dilakukan sejak zaman Belanda. Ketika itu sudah ada perburuan cenderawasih. Bahkan hingga kini masih marak. Oleh sebab itu, praktik-praktik ini harus dihentikan, dengan cara semua pihak bahu-membahu melakukan pengawasan.

“Intinya kalau ada upaya pencegahan lebih bagus,” katanya.

Semua pihak harus bekerja sama dalam meminimalisir peredaran satwa Papua keluar Papua.

Ketua Forum Peduli Port Numbay Green (FPPNG), Fredy Wanda, mendukung upaya penyadaran kepada semua pihak oleh BBKSDA. Bagi Wanda, ini merupakan langkah yang harus diseriusi dan menjadi komitmen bersama.

“Kita perlu menyepakati bahwa Papua menjadi benteng terakhir biodiversity di dunia setelah hutan Amazon, dimana 28 kali luas Kota Jakarta terbakar atau 3 kali seluas lapangan bola setiap menitnya,” ujar Wanda.

Menurut Wanda, penumbuhan kesadaran harus menjadi komitmen agar ada perubahan pola pikir yang tidak lagi kaku, dengan menganggap bahwa perlindungan TSL endemik di Papua adalah tugas BBKSDA semata.

Lebih dari itu, secara internal lembaga atau institusi, termasuk TNI/Polri harus berpartisipasi mengawasi dan mencegah jika status satwa Papua sudah urgen atau benar-benar terjadi perburuan masif dan menuju kepunahan.

Dia menilai bahwa kesepakatan ini nampaknya bukan kali pertama, mengingat pada tahun-tahun sebelumnya ada juga MoU yang dilakukan dengan institusi negara semisal TNI AL.

“Namun yang terjadi (masih ada) perdagangan maupun penyelundupan satwa bahkan diduga melibatkan oknum aparat keamanan,” kata Wanda.

Aktivis lingkungan dari Rumah Bakau Jayapura, Gamel A.N, berharap agar upaya pencegahan dan penumbuhan kesadaran ini tidak hanya dilakukan jika ada kasus, tetapi merambah ke semua aspek.

Dia mencontohkan perdagangan satwa dilindungi endemik di media sosial masih marak, sehingga tiap oknum pelaku harus ditindak tegas.

“Jadi kesepakatan ini sebisa mungkin tidak lagi masuk angin,” katanya. (*)

Editor: Kristianto Galuwo

Related posts

Leave a Reply