Papua No.1 News Portal | Jubi
Manokwari, Jubi – Tim kuasa hukum Pemerintah kabupaten Sorong selaku pihak tergugat menolak semua dalil gugatan PT.Inti Kebun Lestari (IKL) secara formil dan materil dalam perkara Nomor 29 dan 30/G/2021/PTUN.JPR di Pengadilan Tata Usaha Negara Jayapura.
Penolakan terhadap gugatan PT.IKL disampaikan koordinator tim kuasa hukum Pemda kabupaten Sorong Pieter Ell, dalam agenda sidang eksepsi atau jawaban kuasa tergugat kepada majelis hakim PTUN Jayapura yang berlangsung secara e-court (online), Senin (13/9/2021).
“Kami sebagai kuasa tergugat menolak semua dalil gugatan PT. IKL secara formil maupun materiil,” ujar Pieter Ell dalam siaran persnya kepada Jubi.
Dia menegaskan, penggugat tidak mempunyai legal standing dalam perkara ini karena gugatan kabur dan tidak jelas (obscuur libel), tidak sistematis dan mencampuradukkan lebih dari satu obyek sengketa yang berbeda dalam satu perkara.
“Untuk itu kami minta agar Majelis Hakim menyatakan gugatan ini tidak dapat diterima,” ujarnya.
Piter Ell melanjutkan, dalam pokok perkara, tim kuasa hukum tergugat menolak gugatan PT IKL karena pencabutan izin lingkungan, izin lokasi dan Izin Usaha Perkebunan (IUP) yang dikeluarkan kliennya telah sesuai dengan prosedur.
“Pencabutan tersebut merupakan tindakan yang urgent dan extraordinary mengingat PT IKL tidak patuh pada ketentuan perijinan yang diberikan,” tegasnya.
Dia menjelaskan, tindakan Pemerintah Kabupaten Sorong merupakan upaya penyelamatan kawasan hutan di wilayahnya dan melindungi masyarakat adat dalam semangat Otonomi Khusus (Otsus) Papua yang berada dalam konsensi hutan yang diberikan kepada PT IKL.
“Perlu digarisbawahi, bahwa kepentingan yang lebih besar lagi dalam pencabutan tiga dokumen perizinan dari PT.IKL (penggugat) agar sumberdaya alam di kabupaten Sorong dapat berkelanjutan, lestari dan dinikmati oleh generasi yang akan datang,” bebernya.
Tim kuasa hukum juga menegaskan bahwa tindakan kliennya merupakan bagian dari Instruksi Presiden untuk melakukan “penertiban” perizinan perkebunan sawit sebagaimana tertuang dalam Instruksi Presiden Nomor 8 tahun 2018 tentang Penundaan dan Evaluasi Penundaan Dan Evalusi Perizinan Perkebunan Kelapa Sawit (Inpres Moratorium Sawit).
Tindakan Pencabutan tersebut, lanjut Pieter Ell, adalah bagian dari komitmen Pemerintah Kabupaten Sorong teehadap Deklarasi Manokwari hasil Konferensi Internasional Keanekaragaman Hayati, Ekowisata dan Ekonomi Kreatif (ICBE 2018), serta dan merujuk pada Nota Kesepahaman antara Provinsi Papua dan Papua Barat 7 Oktober 2018 tentang visi bersama Pembangunan Berkelanjutan Berbasis Wilayah Adat di Tanah Papua.
Dia juga menjelaskan berdasarkan hasil evaluasi Komisi Pemberantasan Korupsi(KPK) bersama Pemerintah Provinsi Papua Barat, dan Pemerintah Kabupaten Sorong, ditemukan fakta-fakta terhadap PT IKL (penggugat) yang mempunyai riwayat ketidakpatuhan terhadap persyaratan perijinan yang diberikan sejak tahun 2009.
Adapun rangkaian fakta-fakta ketidakpatuhan PT.IKL hasil evaluasi bersama, antara lain: PT IKL tidak mempunyai Hak Guna Usaha (HGU) sebagai persyaratan utama beroperasinya sebuah perkebunan sawit, karena tanpa HGU maka aktivitas penamanan tidak dapat dilakukan.
Selanjutnya PT.IKL tidak mematuhi kewajiban dalam Ijin Usaha Perkebunan [termasuk] tidak memfasilitasi pembangunan kebun masyarakat bersamaan dengan pembangunan kebun perusahaan paling lama 3 (tiga) tahun sejak izin IUP diterbitkan.
“PT.IKL (penggugat) tidak melakukan kemitraan dengan pekebunan, karyawan dan masyarakat setempat, tidak merealisasikan pembangunan kebun, dan unit pengolahan sesuai dengan studi teknis dan peraturan perundangan, bahkan PT.IKL tidak melaporkan perubahan komposisi kepemilikan saham serta dan tidak ada negoisasi dengan warga masyarakat yang tinggal di areal konsesi perkebunan,” ujarnya.
Secara umum, sebut Pieter, penertiban perijinan perkebunan sawit ini juga merupakan bagian dari upaya pemerintah agar produksi sawit Indonesia tidak dipermasalahkan di luar negeri terkait proses produksinya dengan menjaga lingkungan dan keberlanjutannya.
Ia akui, pelanggaran yang dilakukan oleh PT IKL tidak dapat dibiarkan terus menerus sehingga perlu tindakan tegas dari Pemerintah berupa pencabutan perijinan.
“Sebagai kuasa hukum Pemerintah Kabupaten Sorong kami memohon dukungan kebijakan kepada Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, lembaga kultur MRP Papua Barat serta Komisi Pemberantasan Korupsi untuk melakukan pemantauan proses persidangan ini,” ujar Pieter Ell.
Wakil Ketua Majelis Rakyat Papua Barat (MRPB) Cyrelius Adopak mengatakan, panitia khusus (pansus) MRPB sedang bekerja mengumpulkan bahan dan keterangan masyarakat adat guna perkuat keputusan Bupati Sorong Johni Kamuru.
“MRPB mendukung penuh keputusan Bupati Sorong, terlepas dari jabatan Pemerintah, dia anak adat yang berpihak untuk masa depan warganya dari kekuasaan investor yang tidak taat aturan dan merugikan masyarakat’,” ujar Cyrelius Adopak. (*)
Editor: Edho Sinaga