Papua No. 1 News Portal | Jubi
Jakarta, Jubi – Sejarawan JJ Rizal mengkritik rencana Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) membuat mata pelajaran sejarah menjadi tidak wajib dipelajari siswa SMA dan sederajat. Rizal menilai rencana itu mengandung dua buah dosa.
“Pertama, dapat diartikan sebagai langkah yang mengkhianati visi dan misi Presiden Joko Widodo yang dituangkan dalam Nawacita butir kedelapan,” kata Rizal, Jumat (18/9/2020).
Baca juga : Para pelajar miskin di tengah keterbatasan sekolah online
Menurut
Karya sastra lokal Papua sebaiknya mulai diajarkan di sekolah
Semua sekolah YPPK di Kota dan Kabupaten Jayapura terapkan kelas daring
Rizal poin Nawacita yang dapat diartikan dikhianati Kemendikbud itu berbunyi, ‘Melakukan revolusi karakter bangsa melalui kebijakan penataan kembali kurikulum pendidikan nasional dengan mengedepankan aspek pendidikan kewarganegaraan, yang menempatkan secara proporsional aspek pendidikan, seperti pengajaran sejarah pembentukan bangsa, nilai-nilai patriotisme dan cinta Tanah Air, semangat bela negara dan budi pekerti di dalam kurikulum pendidikan Indonesia’.
“Artinya rencana menghilangkan dan atau hanya menjadikan sejarah sebagai pelajaran sampiran karena pilihan saja, sama saja mengkhianati visi misi Presiden,” kata Rizal menambahkan.
Rizal juga mempertanyakan apakah langkah Kemendikbud ini bisa dikategorikan sebagai sebuah bentuk hipokrisi. Apa lagi, Jokowi adalah kader atau petugas partai politik yang identik dengan sosok Presiden pertama RI Sukarno.
Rizal menuturkan bahwa sejarah bagi Sukarno sering diungkapkan dengan jelas dalam kias ‘jangan sekali-kali meninggalkan sejarah’ alias Jas Merah. Menurutnya, pernyataan itu juga sering dinyatakan secara rutin kepada kaum muda.
“Apakah ini bukan suatu bentuk hipokrisi, memuja muji Sukarno setinggi langit, bahkan memujanya, tetapi semua yang dilakukan bertolak belakang dan menginjak-injak pemikiran Sukarno,” kata Rizal menegaskan.
Ia menilai rencana Kemendikbud ini merupakan jenis yang mengalami cacat moral politik, sebagaimana disebut Ketua Umum Pengurus Pusat (Ketum PP) Muhammadiyah Ahmad Syafii Maarif. “Mereka hipokrit sekaligus durhaka. Dobel dosanya,” ucap dia.
Sebelumnya Kemendikbud mengungkap rencana membuat mata pelajaran sejarah menjadi tidak wajib dipelajari siswa SMA dan sederajat.
Bagi pelajar kelas 10, sejarah digabung dengan mata pelajaran ilmu pengetahuan sosial (IPS). Sementara Bagi kelas 11 dan 12 mata pelajaran sejarah hanya masuk dalam kelompok peminatan yang tak bersifat wajib.
Hal itu tertuang dalam rencana penyederhanaan kurikulum yang akan diterapkan Maret 2021.
Dalam file tersebut dijelaskan bahwa mata pelajaran sejarah Indonesia tidak lagi menjadi mata pelajaran wajib bagi siswa SMA/sederajat kelas 10. Melainkan digabung di mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). Padahal, dalam kurikulum 2013 yang diterapkan selama ini, mata pelajaran Sejarah Indonesia harus dipelajari dan terpisah dari mata pelajaran lainnya. (*)
CNN Indonesia
Editor : Edi Faisol