Papua No. 1 News Portal | Jubi
Jayapura, Jubi – Tim relawan Kemanusiaan Untuk Pengungsi Nduga meminta Presiden Joko Widodo memperhatikan nasib 229 anak usai sekolah yang terancam tidak bisa mengikuti Ujian Nasional karena terpaksa mengungsi ke Kabupaten Jayawijaya. Ratusan anak itu kini hanya bersekolah di sekolah darurat yang diselenggarakan para relawan dengan fasilitas seadanya.
Koordinator Tim Relawan Ester Haluk Tim relawan Kemanusiaan Untuk Pengungsi Nduga yang mengampu Sekolah Darurat Weneroma di Wamena, ibukota Kabupaten Jayawijaya, perang antara pasukan gabungan TNI/Polri dengan kelompok bersenjata Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) yang dipimpin Egianus Kogoya telah membuat ribuan warga Nduga mengungsi ke Jayawijaya. Ratusan anak usia sekolah yang ikut orangtuanya mengungsi sudah tidak bersekolah sejak Desember 2018.
Baca: Diduga mengungsi, tujuh pelajar SMK di Nduga tidak ikut Ujian Nasional
Haluk menuturkan, dalam mengatasi ini tim relawan kemanusiaan dari dinas pendidikan di Weneroma Wamena beroperasi 08 februari hingga 20 maret 2019 menampung 693 siswa tingkat SD, SMP, dan SMA. Mereka sebelumnya bersekolah di 16 SD, lima SMP, dan dua SMA yang berada di Kabupaten Nduga di Jayapura, Senin, (25/3/2019).
“Jadi 693 siswa ini terdiri dari 458 anak SD, 206 SMP dan 29 orang SMA. Mereka kini tinggal di tenda darurat. Di antara mereka terdapat siswa yang seharusnya mengikuti Ujian Nasional. Diantaranya, 13 siswa yang seharusnya Ujian Nasional tingkat SMA, sejumlah 82 siswa yang akan mengikuti Ujian Nasional tingkat SMP, dan 134 siswa yang akan mengikuti Ujian Nasional tingkat SD,” kata Haluk.
Video : Anak-anak pengungsi dari Nduga mulai sekolah di sekolah darurat
Haluk mengigatkan bahwa data tersebut mencakup para anak usai sekolah yang orangtuanya mengungsi ke Wamena. Sebagian pengungsi Nduga tersebar di sejumlah wilayah lain di Kabupaten Jayawiaya dan Kabupaten Timika.
Haluk mencotohkan, Dinas Pendidikan Kabupaten Nduga telah mengakui sejumlah lima SMP di sana terkena dampak konflik bersenjata antara pasukan gabungan TNI/Polri yang mengejar kelompok TPNPB yang dipimpin Egianus Kogoya. Jika mengacu data siswa lima SMP itu, terdapat 177 siswa yang akan mengikuti Ujian Nasional tingkat SMP.
Baca: 745 keluarga Nduga mengungsi di Lanny Jaya
“Di Wamena, kami hanya bisa mendata 82 siswa yang seharusnya mengikuti Ujian Nasioal tingkat SMP. Sejumlah 95 siswa lainnya tidak diketahui keberadaannya,” kata Haluk.
“Sementara untuk tingkat SD dari total 373 siswa kelas 6 yang seharusnya mengikuti ujian sampai saat ini 239 siswa belum diketahui keberadaannya hanya 134 yang berada di lokasi sekolah darurat Wamena. Selain itu, ada dua anak meningal dan dua sakit di pengungsian. Dari perfektif HAM, kasus ini sudah melanggar hak asasi manusia lebih khusus hak pendidikan anak. Kasus ini merupakan kelalaian dan kegagalan pemerintah dalam menghormati, melindungi, dan memenuhi hak anak atas pendidikan,” tegas Haluk.
Baca: Bupati Nduga putuskan sekolah darurat diteruskan
Haluk meminta kepada seluruh pihak yang berkepentingan dalam penyelenggaraan Ujian Nasional memperhatikan situasi para anak usia sekolah yang tengah mengungsi dari Nduga itu.”Pertama kepada Presiden Republik Indonesia segera mengambil langkah untuk menangani pengungsi asal Nduga,” kata Haluk.
Ia meminta Menteri Pendidikan mengambil inisiatif menangani beberapa siswa yang meninggal dunia sakit Bahkan mereka yang mengungsi di wilayah lain akibat konflik. “Gubernur Papua seharusnya juga menerbiatkan surat berhalangan resmi bagi para siswa yang terdaftar sebagai calon peserta Ujian Nasional. Dinas Pendidikan harus mendata jumlah peserta didik yang belum mendapat pendidikan, serta menjamin agar setiap anak mengikuti ujian,” ujarnya.
Baca: UN di Nduga tetap dilaksanakan, tapi soal tempat belum jelas
Ketua Klasis Kingmi Kabupaten Jayapura, Pendeta Yusak Pekei mengatakan papua sudah ketinggalan dari dunia pendidikan dengan wilayah lain di Indonesia. “Dari relawan mengunakan gereja untuk mendidik (dengan kondisi seadanya), dan apa yang dilakukan tim relawan hari tidak diperhatikan pemerintah. Jika generasi masa depan Papua sampai menjadi korban, itu kesalahan besar yang akan merugikan satu generasi,” paparnya.
Pekei mengatakan pemerintah melalui dinas terkait harus melihat hal ini secara serius, karena ini akan merugikan gereja, dan sumber daya manusia Nduga semakin tertinggal.”Negara akan rugi juga,” kata Pekei.
Video : Kami lari ke hutan karena takut TNI-POLRI
Secara terpisah, Panitia ujian nasional Dinas Pendidikan Provinsi Papua telah mencatat tujuh pelajar SMK Kenyam, Kabupaten Nduga, yang tidak mengikuti ujian nasional berbasis kertas dan pensil atau UNKP yang diselenggarakan Senin (25/3/2019). Ketua Panitia Ujian Nasional (UN) Dinas Pendidikan Papua, Laorens Wantik kepada Kantor Berita Antara menyatakan dari 18 pelajar SMK Kenyam yang terdaftar sebagai peserta UNKP, hanya 11 siswa yang mengikuti Ujian Nasional pada Senin.
Wantik menyatakan belum mengetahui secara persis penyebab ketujuh siswa SMK Kenyam itu tidak mengikuti UN. Ia juga menyatakan belum menerima pemberitahuan tentang alasan ketujuh siswa tidak menghadiri hari pertama UN pada Senin. “Dugaan sementara, pelajar dimaksud ikut mengungsi karena banyak warga dari Kabupaten Nduga yang mengungsi ke Wamena atau Timika dan daerah di sekitarnya terkait situasi keamanan di Nduga,” katanya.(*)
Editor: Aryo Wisanggeni G